5 Tahap Kesedihan: Sebuah Cara untuk Mengikhlaskan Kegagalan SBMPTN



5 Fase Kesedihan





Artikel ini membahas cara mengikhlaskan kegagalan UTBK SBMPTN dengan 5 fase kesedihan dari psikiater Elisabeth Ross.










Hi

,

hope this article finds you well

.



Lima tahun yang lalu, hari Selasa, sekitar bulan Juni, aku nangis sejadi-jadinya kayak orang batal nikah. Padahal, belum tau rasanya dijanjiin nikah gimana, tetapi menurut Mamaku, aku nangis sampai suaraku habis dan demam selama 2 hari.



Saat itu duniaku runtuh. Untuk kedua kalinya, aku terpaku di depan layar laptop. Setelah gagal di SNMPTN, aku kembali menerima keterangan bertuliskan,



gambar tidak lolos SBMPTN



Semua

goals

yang aku tempel di

whiteboard

kamar, impian untuk berada di satu kampus yang sama dengan sahabat dan pacar, hingga makara UI yang selalu jadi

wallpaper homescreen

di ponsel seketika hilang arti.



Awalnya nggak percaya, bolak-balik

refresh page,

namun hasilnya tetap sama. Mengingat usahaku yang rutin ikut

tryout

dan masuk predikat 10 besar. Juga kemanapun aku pergi, ada

notes

berisi rangkuman materi SBMPTN yang selalu aku taruh di dalam tas.



Iya, aku seambis itu.



15 menit setelah pengumuman, grup kelas langsung ramai. Ada beberapa nama yang berhasil masuk PTN, walaupun aku tahu perjuangan mereka tak sebanding dengan

effort

yang aku keluarkan. Makanya, begitu tahu aku nggak lolos, teman-temanku jadi penasaran dan membantu mengecek hasil SBMPTN. Sampai mereka bertanya, “

Kok bisa sih lo nggak masuk UI?”



Ya mana aku tahu? Haruskah aku demo di depan
Balairung UI
, kemudian minta pertanggungjawaban Rektor sambil teriak:




“Pak, kenapa saya nggak lolos SBMPTN? Bapak nggak tau berapa uang yang udah Mama saya keluarin buat bayar bimbel? Apa Bapak paham rasanya jadi orang yang nggak lolos PTN, sementara teman-temannya masuk UI

?”



Banyak pertanyaan yang muncul di kepala. Aku bingung, sedih, dan kecewa. Sulit menerima kenyataan bahwa aku ditolak. Waktu itu, hatiku sakit banget. Apa iya usaha yang aku lakukan selama ini belum cukup untuk masuk PTN?



Mamaku bilang, “

Teh,

kalau memang belum jalannya, jangan dipaksa…” Berat hati aku mengiyakan petuah Mama, hingga akhirnya memutuskan untuk daftar di perguruan tinggi swasta, berusaha

move on

dari kesedihan.




Perlu proses untuk



healing



dari kegagalan yang aku alami.

Dari yang awalnya nggak percaya, lalu marah, mengurung diri di kamar sampai berada di titik yang membuat aku sadar bahwa

gapapa kok masuk kampus swasta, mungkin ini pilihan terbaik.



Proses tadi lumayan memakan waktu. Bahkan, ketika duduk di semester awal perkuliahan, aku masih mengingat luka dari kegagalan itu. Tapi, ya sudah,

life must go on

.

Proses inilah yang dinamakan 5 Tahap Kesedihan atau 5 Stages of Grief.



Baca Juga:
Dunning Kruger Effect: Alasan Kenapa Orang Merasa Paling Baik




Apa Itu 5 Tahap Kesedihan?



5 Tahap Kesedihan adalah teori yang
dikembangkan oleh psikiater Elisabeth Kübler-Ross. Beliau berpendapat bahwa tiap orang mengalami 5 tahap untuk melewati kesedihan. Kesedihan yang dimaksud di sini bersifat universal, bisa berasal dari kematian, didiagnosa penyakit serius, putus cinta, termasuk kegagalanku di SBMPTN empat tahun lalu.



1. Penolakan (

Denial

)



30 detik setelah membaca keterangan di laptop, aku mengetahui fakta bahwa aku ditolak menjadi mahasiswi baru Universitas Indonesia. Tapi, aku nggak percaya dan bertanya dalam hati, “

Ini beneran?”



Ternyata,

ketidakpercayaan atas suatu peristiwa yang terjadi adalah bentuk penolakan atau Denial.

Ketika mendapatkan hal-hal buruk, kita berusaha menyangkal fakta tersebut, bahkan menganggap bahwa hal itu merupakan sebuah kesalahan yang dapat diperbaiki, meskipun tak pernah bisa.



Apakah kamu juga merasakan tahap ini ketika menerima informasi yang menyakitkan? Kalau iya, tak perlu panik.


Denial

merupakan bentuk mekanisme perlindungan terhadap perubahan emosional yang mendadak

.

Denial

membantu mengurangi rasa sakit dari kesedihan yang dialami.



2. Kemarahan (

Anger

)




Tahap yang kedua adalah

Anger

, saat manusia mulai menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan Tuhan atas kejadian yang menimpanya.

Amarah datang setelah kita sadar bahwa hal tersebut benar-benar lenyap dari kehidupan dan mau tidak mau,

we have to pass it through

. Untuk melewatinya, tak jarang kita mengeluarkan emosi untuk mengungkapkan apa yang kita rasakan.



fase anger - 5 tahap kesedihan



Dalam kasus ini, aku marah sama semua orang. Apa panitia SBMPTN salah mengoreksi lembar jawabanku? Kenapa sih Tuhan jahat banget? Aku udah belajar mati-matian, sholat Tahajud tapi keinginanku belum dikabulkan. Atau sebenarnya aku bodoh sampe bisa kalah dengan murid lainnya?



3. Tawar-Menawar (

Bargaining

)



Tahap ketiga yaitu tawar-menawar. Dalam tahap


Bargaining


, seringkali kita memikirkan opsi-opsi untuk meminimalisir kejadian yang tidak mengenakkan di masa lalu.


Bargaining



mendorong manusia untuk berandai-andai akan adanya kesempatan kedua

agar
bisa memperbaiki keadaan.



Kegagalan di SBMPTN membuatku menyesal memilih Sastra Inggris UI di pilihan pertama. Mungkin peluang lolosnya akan lebih besar jika mengambil
jurusan
dengan

passing grade

yang lebih rendah. Andai saja hidup bisa diulang.



Ketika tahap ini berlangsung, manusia merasa tidak berdaya.


Bargaining

membuat orang kembali mengingat kesalahan di masa lalu

. Muncul asumsi jika segala sesuatunya dilakukan dengan cara berbeda, mungkin saja peristiwa tersebut takkan terjadi.



4. Depresi (

Depression

)



Di tahap-tahap sebelumnya, kesedihan membuat kita lebih aktif bereaksi terhadap lingkungan di sekitar, seperti marah.

Namun, pada tahap

Depression

, kita bakal menjauh dari orang-orang dan berdiam diri.



Ketika sadar bahwa kesempatan tak bisa diulang, aku semakin larut dalam kesedihan, sakit hatiku semakin menjalar. Apakah aku bisa sukses tanpa masuk PTN? Aku jadi malu bertemu dengan teman-teman yang berhasil. Aku butuh waktu sendiri.





Depression


membawa kita tenggelam dalam duka yang lebih dalam. Kehilangan motivasi, nafsu makan hingga enggan bersosialisasi dengan orang lain. Ada kalanya kita bangun dengan mata sembab karena menangis sepanjang malam.


Depression

di sini bukanlah gangguan kesehatan mental, asalkan tidak berlangsung terus menerus.



5. Penerimaan (

Acceptance

)



Setelah melewati empat tahap,

perlahan kita mencoba menerima keadaan tanpa melawan kenyataan yang ada

. Kesedihan akan tetap terasa, namun tidak ada lagi amarah atau proses tawar menawar yang keluar.


Acceptance


mengajarkan manusia untuk ikhlas. Di tahap ini, kita disarankan melanjutkan hidup daripada meratapi nasib.



Seperti yang Mama bilang “

Kalau bukan jalannya jangan dipaksa,”

aku sadar bahwa PTN bukanlah satu-satunya jalan untuk meraih cita-cita. Aku harus

move on

dan melanjutkan hidupku, yaitu dengan mendaftar di universitas swasta.



Perlu diketahui, tidak semua manusia melewati kelima tahap ini. Ada yang cuma melewati tiga atau empat tahap. Tahapannya pun tidak selalu berurutan. Bisa saja dimulai dari tahap ketiga kemudian loncat ke tahap pertama.

Karena tiap orang punya cara sendiri untuk melewati kesedihannya.



Berapa lama prosesnya? Tergantung seberapa besar luka yang dipendam.

Aku sendiri perlu satu tahun untuk bangkit dan percaya kalau tempatku bukan di UI, melainkan di kampusku sekarang.

Semoga kamu bisa melewatinya lebih cepat ya.



Artikel ini aku tulis untuk semua yang gagal memenuhi ekspektasi diri sendiri dan orang tua. Percaya deh, dunia ini luas banget, kamu bakal ketemu opsi-opsi lain buat mewujudkan mimpimu. Tapi kalau mau nangis dulu gapapa, jangan dipendam rasa sedihnya, oke?



Referensi:



5 Tahap Kesedihan [Daring]. Tautan:

www.verywellmind.com/five-stages-of-grief-4175361

(diakses 29 Maret 2021)



Tahap Depresi [Daring]. Tautan:

www.psycom.net/depression.central.grief

(diakses 29 Maret 2021)



Tahap Tawar-Menawar [Daring]. Tautan:

www.healthline.com/health/stages-of-grief#bargaining



Tahap Tawar-Menawar [Daring]. Tautan:

www.econdolence.com/learning-center/grief-and-coping/the-stages-of-grief/third-stage-of-grief-bargaining

(diakses 29 Maret 2021)



LihatTutupKomentar