Almond, karya Sohn Won Pyung adalah novel bertema Psikologi yang mengangkat kisah seorang anak laki-laki pengidap spektrum Alexitimia. Penasaran dan tertarik untuk membaca? Simak review berikut ini dulu, yuk!
—
Pendahuluan
Sohn Won Pyung, perempuan kelahiran Seoul ini mengajak pembaca untuk mengetahui lebih dalam kehidupan seorang penderita Alexythimia. Alexythimia sendiri terjadi karena kurang berkembangnya rasa emosional dimasa kanak-kanak,
pasca-gangguan stress traumatis
, atau memiliki amigdala dengan ukuran lebih kecil, sehingga tidak bisa mengidentifikasi emosi.
Awalnya, penulis menceritakan bagaimana kehidupan seorang anak bernama Yoonjae yang
yang dijuluki “monster” oleh orang sekitar karena mengidap Alexythimia. Cerita ini dikemas dengan hangatnya unsur kekeluargaan karena dijabarakan bagaimana peran keluarganya dalam mengajarkan Yoonjae cara bersosialisasi, berekspresi, dan berempati.
Tetapi, kehangatan tersebut lenyap saat memasuki pertengahan cerita. Setelah Yoonjae kehilangan seluruh anggota keluarganya, penulis menyuguhkan perjuangan Yoonjae untuk bertahan hidup ditengah kerasnya dunia hingga bertemu “monster” lain dengan latar belakang yang berbeda.
Lewat novel Almond, penulis mampu menggambarkan suatu penyakit secara detail melalui kehidupan seorang tokoh namun tidak terkesan hiperbola. Akibatnya, pembaca mampu merasakan kesedihan dan empati yang cukup mendalam atas cerita yang disuguhkan. Pembawaan ceritanya juga cukup ringan dan mampu menjelaskan suatu masalah dari sudut pandang baru yang mungkin tidak semua orang dapat merasakannya.
Isi Cerita
“Anak yang tidak punya rasa takut dan tenang dibandingkan teman sebayanya.” Itulah yang dikatakan ibu Yoonjae dalam menggambarkan sosok putranya. Cerita ini dimulai ketika Yoonjae memiliki tingkah laku yang mengkhawatirkan.
Yoonjae selalu memasang ekspresi wajah yang sama setiap waktu, seperti ketika terkena air panas, melihat temannya terjatuh, melaporkan kejadian pembunuhan yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, juga ketika sedang dipuji atau bahkan dicemooh sekalipun.
Dimana pun dan kapan pun ekspresinya tidak pernah berubah, selalu datar. Hal tersebut membuat ibunya khawatir, awalnya ia megira anaknya mungkin memiliki sifat pendiam, namun ketika semakin gusar ia pun mencoba berkonsultasi dengan dokter dan mendapat hasil yang membuatnya sedih. Hari demi hari cemoohan terus berdatangan kepada Yoonjae.
Baca Juga:
Resensi Buku I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki Karya Baek Se Hee
Terdapat dua alasan mengapa orang menjauhinya, mereka takut seperti halnya Yoonjae adalah monster yang yang harus dijauhi dan mereka merasa kesal karena Yoonjae tidak memiliki empati sedikit pun. Tetapi, meskipun begitu, ibu dan neneknya terus membantu Yoonjae bagaimana cara berekspresi dan berempati.
Berbagai cara dilakukan hingga hal tersebut terasa seperti hapalan yang akan keluar pada ujian tulis. Tak lupa, ibunya juga selalu memberi Yoonjae almond dan berharap almond yang ada di kepala Yoonjae akan semakin membesar seiring waktu. Walaupun ia tahu hal tersebut mustahil.
Hingga ketika mereka bertiga pergi merayakan ulang tahun Yoonjae dengan memakan naengmyeon, mie gandum dengan kuah kaldu sapi yang dingin ditengah derasnya salju turun, ketika itu pula Yoonjae harus kehilangan ibu dan neneknya, anggota keluarga yang hanya dimiliki Yoonjae karena serangan brutal penjahat.
Dalam situasi seperti itu pun Yoonjae tetap mematung dengat wajah datar sembari menyaksikan darah belumuran di kaca, hingga akhirnya pihak polisi dan ambulance datang. Neneknya dinyatakan wafat dan ibunya harus terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma.
Di tengah kesendiriannya, ia bertemu Prof. Shim, pemilik kontrakan yang ia sewa dan ternyata cukup dekat dengan sang ibu. Prof. Shim terus membantu Yoonjae dalam degala hal hingga menjadi wali Yoonjae. Ia juga bertemu Gon, seorang berandalan sekolah yang bahkan sudah menghajarnya ketika mereka pertama kali bertemu.
Setelah Gon mengetahui bahwa Yoonjae tidak akan pernah merubah ekspresinya, Gon semakin kesal dan merasa tertantang untuk mencari tahu lebih dalam tentang Yoonjae. Beberapa interaksi yang terjadi diantara keduanya membuat mereka semakin dekat, dengan berbagai perbedaan dan juga persamaan yang dimiliki, mereka berhasil memberikan pelajaran hidup bagi dirinya masing-masing.
Walaupun keduanya dijuluki “monster” oleh siswa lain, namun persamaan itu lah yang membuat mereka cocok. Menjelang akhir cerita, penulis juga mendatangkan sosok baru yang membuat kehidupan Yoonjae semakin berwarna. Banyak perubahan yang terjadi dalam diri Yoonjae, namun ia sendiri tidak tahu apakah perubahan tersebut mengarah pada hal baik atau buruk.
Baca Juga:
Resensi Buku Sumur Karya Eka Kurniawan
Keunggulan Buku
Novel ini memiliki banyak pelajaran hidup secara tersurat maupun tersirat yang dapat pembaca ambil. Seringkali kita menyepelekan emosi yang timbul dalam diri, namun bagaimana dengan orang yang tidak mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk emosi? Setiap peristiwa yang ditampilkan menyadarkan pembaca akan pentingnya empati dan bersyukur.
Dengan latar belakang psikologis, penjelasan mengenai suatu penyakit tersebut sukses memberi wawasan baru dan sudut pandang baru. Terbitnya novel Almond juga bisa membuat masyarakat semakin aware terhadap Alexythimia. Penggunaan sudut pandang pertama membuat pembaca semakin bisa memahami apa yang sebenarnya dirasakan oleh Yoonjae sebagai pengidap Alexythimia.
Bahasa yang digunakan juga ringan dan konflik yang disajikan pas sehingga membentuk kombinasi yang sempurna untuk novel ini. Selain itu, penulis mampu menggambarkan dengan jelas suasana Korea Selatan sebagai latar belakang tempat cerita ini sehingga pembaca bisa dengan mudah membayangkan setiap adegannya.
Kelemahan Buku
Karena mengandung cerita-cerita pada masa SMA sehingga terdapat beberapa adegan yang sudah bisa ditebak, namun tidak mengganggu plot twist yang disajikan di ujung cerita. Penggunaan kata ganti yang cukup banyak juga cukup membingungkan pembaca dalam mengartikan point of view orang yang dimaksud.
Kesimpulan
Ketika selesai membaca novel ini, terbesit kesedihan yang cukup mendalam bagaimana sulitnya kehidupan seorang penderita Alexythimia. Walaupun bergenre fiksi namun fakta-fakta mengenai penyakit Alexythimia yang disajikan memiliki keakuratan yang tinggi.
Bisa dikatakan novel Almond adalah novel fiksi semi self-improvment karena begitu banyak pesan yang dapat kita ambil dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Novel ini cocok dibaca oleh siapapun terlebih bagi orang yang memiliki ketertarikan di bidang psikologi.
Tentang Peresensi:
Fathiyyah Nurfazria
—
Ruangguru membuka kesempatan untuk kamu yang suka menulis cerpen dan resensi buku untuk diterbitkan di ruangbaca, lho!
Setiap minggunya, akan ada 1 cerpen dan 1 resensi buku
yang dipublikasikan. Kamu bisa
baca karya resensi buku menarik lainnya di sini
, ya. Yuk, kirimkan karyamu juga! Simak syarat dan ketentuannya
di artikel ini
. Kami tunggu ya~