Sejak
72 tahun lalu
,
Indonesia telah mengalami jatuh-bangun perekonomian dari masa ke masa. Apakah kamu memerhatikannya? Nah, saat mengalami keterpurukan, biasanya disebut dengan krisis ekonomi. Tahun 1998 lalu, bahkan Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang parah,
lho
. Apakah kamu tahu tentang hal itu? Tentu saja, harus ada langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan. Salah satunya dengan cara memperbaiki kebijakan moneter. Apa itu? Pelajari lebih lanjut, yuk!
.
1. Masa Demokrasi Terpimpin (1945-1950)
Saat awal merdeka, Indonesia mengalami inflasi (kenaikan harga barang) yang sangat tinggi karena kondisi
mata uang
tidak terkendali. Salah satu faktor penyebabnya yaitu belum adanya mata uang tunggal yang berlaku. Saat itu, terdapat tiga mata uang yang dipakai, sehingga menyebabkan jumlah uang beredar menjadi banyak dan akhirnya terjadi inflasi.
Beberapa kebijakan moneter diterapkan untuk menanggulangi krisis ini, di antaranya dengan melakukan kegiatan diplomasi beras ke India dan membentuk
planning board
untuk penanggulangan inflasi. Selain itu, diterbitkan pula ORI (Oeang Republik Indonesia) agar hanya ada satu mata uang resmi, dan penetapan Kasimo Plan sebagai upaya swasembada pangan.
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Pada masa ini, ekonomi diserahkan kepada rakyat yang belum lama merdeka dan masih lemah ekonominya. Usaha-usaha kecil banyak yang mati karena tidak mampu bersaing. Upaya yang diambil untuk menanggulanginya antara lain: penetapan Gunting Syafruddin untuk memotong nilai uang NICA dan de Javasche Bank menjadi setengahnya saja yang berlaku.
Pada saat itu pecahan Rp5 ke atas digunting menjadi dua bagian. Guntingan bagian kiri berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula, sedangkan bagian kanan tidak berlaku sebagai alat pembayaran. Selain itu pemerintah juga melakukan Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, dan penetapan sistem ekonomi Ali Baba untuk membangun kerjasama antara pengusaha asing dan pengusaha lokal.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Masa inflasi terus terjadi hingga masa Demokrasi Terpimpin. Sejak dekrit presiden 5 Juli 1959, berbagai upaya terus dilakukan untuk menekan inflasi, namun upaya ini belum berhasil. Salah satunya adalah upaya devaluasi nilai rupiah. Apakah itu? Devaluasi adalah penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Pada saat itu rupiah didevaluasi dari 1 USD = Rp11.40 menjadi 1 USD = Rp45.
Selain itu, pemerintah juga menerapkan kebijakan sanering yang merupakan upaya pembatasan daya beli masyarakat, dengan cara memotong nilai uang tanpa menurunkan harga komoditas di pasar. Contohnya, pemerintah Indonesia melakukan sanering dari Rp4.000,00 menjadi Rp400,00. Namun, harga gula tetap sebesar Rp4.000,00/kg dengan kata lain hal ini membatasi kemampuan masyarakat untuk membeli suatu barang. Pada saat itu, ekspektasi dan realita devaluasi tidak berjalan sesuai dengan rencana pemerintah, sehingga memperparah inflasi yang ada.
4. Masa Demokrasi Pancasila
Pada era ini, kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah meningkatkan cadangan wajib minimum menjadi 5% yang sebelumnya 3%. Dengan meningkatnya cadangan minimum maka porsi tabungan yang dapat dipinjamkan ke masyarakat akan berkurang. Meningkatnya cadangan wajib minimum dapat memperlambat laju inflasi sehingga jumlah uang beredar mulai dapat berkurang.
Nah, supaya lebih jelas lagi, baca rangkuman berikut yuk!
Sejauh ini, apakah kamu bisa memahaminya? Kira-kira adakah contoh krisis ekonomi yang pernah terjadi di luar negeri serta upaya penanggulangannya yang kamu tahu? Tulis di kolom komentar yuk! Kalau mau belajar lebih mendalam, langganan saja di
ruangbelajar
.
Referensi
Alam S. 2014. Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunting_Syafruddin
https://id.wikipedia.org/wiki/Sanering_(ekonomi)
Artikel diperbarui 14 Desember 2020