Artikel ini membahas tentang perspektif orang tua yang seringkali khawatir jika anak memilih jurusan seni untuk melanjutkan kuliah.
—
“
Kamu mau kuliah jurusan apa
,
Nak
?”
“
Kriya Seni, Mah.
“
“
Ah
,
Nak
.
Kamu mau jadi apa, sih
?”
Percakapan antara anak dan orang tua seperti di atas tentunya bukanlah hal langka. Kernyitan dahi disertai ribuan alasan untuk tidak setuju, beserta nasihat tentang masa depan seringkali menjadi respon dari orang tua. Anak dianggap tidak akan memiliki
pekerjaan tetap
yang jelas dan bergaji rendah dengan menjadi pekerja seni.
Biasanya, obrolan ringan yang membuat anak patah hati dan menurunkan semangat ini akan berujung pada pilihan orang tua untuk meminta agar berkuliah di jurusan yang ramai peminatnya seperti
kedokteran
,
bisnis
,
teknik
, dan lain sebagainya. Sebenarnya ada apa dengan
jurusan seni
, mengapa orang tua kerap menentang?
Perspektif lama
1. Orang tua minim informasi
Banyak jurusan seni beserta prospek pekerjaannya yang belum begitu dipahami oleh orang tua, namun mereka sudah memprotesnya pada anak terlebih dahulu. Sebab, saat berkuliah di tahun 1990-an, jurusan tersebut belum terlalu populer dan pekerja di bidang tersebut dicap setengah pengangguran. Praktik pekerjaan di dunia
animasi
, patung,
desain komunikasi visual
, dianggap dapat dikembangkan secara otodidak tanpa harus masuk di lembaga formal seperti
institut atau universitas
.
Baca Juga:
Mengajarkan Bahasa Inggris pada Anak Usia Dini, Bagaimana Caranya?
2. Penampilan
nyentrik
Tak seperti penampilan para
businessman
atau pekerja kantoran, pekerja seni dinilai kurang rapi dalam berpakaian yang digambarkan dengan rambut yang gondrong dan jarang disisir, celana panjang jeans yang robek, jarang mandi, dan bau badan yang menganggu. Belum lagi ada pula sebagian pilihan
style
lainnya seperti rambut warna-warni, kuteks berwarna terang, dan lain sebagainya. Ketakutan akan penampilan seperti inilah yang akan membuat orang tua semakin was-was untuk melepas anak memilih berkuliah di jurusan seni.
3. Kuliah untuk formalitas
Anggapan bahwa kuliah tak harus sesuai
passion
, karena yang penting bisa langsung bekerja masih sangat dipercaya oleh sebagian orang tua. Menurutnya, prospek karier anak ke depannya memang hanya sekadar mengandalkan nasib saja. Sementara adanya gelar selepas wisuda hanyalah sebagai bentuk formalitas belaka. Jadi, lebih baik minimal mempunyai gelar sarjana dari jurusan-jurusan yang aman atau
mainstream
, agar nantinya mudah diterima bekerja di berbagai tempat. Adakah Anda yang masih berpikir demikian?
Baca Juga:
Apakah Anak Harus Kuliah di Luar Kota?
4. Perkara gender
“Kamu ‘kan laki-laki kenapa mau memilih jurusan desain busana?”
atau
“Perempuan kok kuliahnya mau ambil seni patung?
Masih banyak lagi anggapan negatif lainnya yang menilai bahwa jurusan tertentu hanya untuk perempuan atau laki-laki saja. Kenyataannya, pertanyaan-pertanyaan yang menyakitkan hati anak tersebut hanya akan membuat semangat berkuliahnya menurun dan merasa tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Hal inilah yang membuatnya menjadi malas untuk melanjutkan ke pendidikan perguruan tinggi.
Perspektif baru
1. Memperluas wawasan
Seni sebagai kritik (Sumber: widewalls.ch)
Para orang tua yang terbuka pikirannya akan mengasumsikan anak yang berkuliah di jurusan seni akan memiliki wawasan yang sangat luas khususnya dalam ilmu sosial. Mereka tidak hanya belajar tentang teknis seperti bagaimana cara menggunakan kuas dan cat warna tertentu
kok
. Tetapi juga mempelajari bagaimana bisa menyuarakan isu-isu di sekitar mereka ke dalam seni. Lebih jauh lagi, seni bahkan dijadikan sebagai alat untuk memberi kritik pada para elit.
Nggak
pernah terpikir’kan?
Baca Juga:
Anak Butuh Persiapan Merantau? Siapkan Hal Ini Agar Ia Mandiri
2. Berkomunitas
Senang
nggak
kalau anaknya menjadi produktif dan kreatif? Dibandingkan menghabiskan waktu akhir pekan hanya dengan tidur seharian, main
play station
, atau justru sibuk pacaran dan menghabiskan uang orang tua…
eh
. Dengan mendukung anak berkuliah seni maka ia pasti akan memiliki lebih luas pergaulan dan mempunyai komunitas kreatif yang pastinya akan menghasilkan karya, bahkan uang
lho
. Yup, komunitas seperti ini biasanya punya beragam proyek. Jadi, tidak perlu menunggu sampai lulus kuliah kalau cuma untuk menghasilkan pendapatan sendiri.
3. Berlatih bisnis
(Sumber: behance.net)
Tahukah orang tua bahwa anak sebagai seorang calon pekerja seni juga akan dibekali ilmu berbisnis agar dapat membuka usaha sendiri dengan menjual hasil karyanya. Ia akan mempelajari bagaimana mampu menargetkan pasar pembeli, menaksir harga, dan mengembangkannya menjadi bisnis. Selain itu, ada juga
skill
lainnya yang akan diperoleh berupa
public relations. So
, siapa bilang kalau berkuliah di jurusan seni malah identik dengan jadi penggangguran?
Orang tua kini
nggak
ada alasan lagi untuk melarang anak berkuliah di jurusan seni. Sebab, prospeknya sama
kok
dengan kuliah di jurusan lainnya. Asalkan anak memang bersungguh-sungguh pada minatnya, pasti selalu ada jalan untuk sukses.
Nah
, untuk menyeimbangi ketertarikan anak belajar pada seni dengan pelajaran lainnya, yuk orang tua coba anak belajar dari
aplikasi Ruangguru
. Ada ribuan video animasi dan latihan soal lengkap yang bisa diakses di HP. Ayo download sekarang!