Mengenal Ide dan Gagasan Pendidikan dari Para Tokoh Nasional | Sejarah Kelas 11



Tokoh Nasional Indonesia




Artikel ini menceritakan kisah perjuangan 3 Tokoh Nasional kita dalam merebut kemerdekaan. Ketiga tokoh ini menganggap pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk melawan penjajahan.








Kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan Jepang, Belanda, dan sekutu-sekutunya, tidak terlepas dari peran masyarakat Indonesia. Baik secara tindakan, maupun secara gagasan. Kita mengenal banyak nama tokoh nasional. Semua tokoh ini memiliki peran penting dalam menentukan ke mana arah bangsa kita.



Pada artikel ini, kita akan bahas tokoh-tokoh nasional, dari gagasan dan tindakannya dalam bidang pendidikan. Kita juga akan melihat seberapa penting kah pendidikan dalam memperjuangkan kemerdekaan sebuah bangsa, membangun manusia yang berkualitas, dan menentukan arah bangsa.



Oke, yang akan kita bahas di sini ada 3 tokoh ya. Ketiga tokoh ini memiliki karakter yang hampir sama, dan ketiganya sama-sama menganggap pendidikan itu sangat penting. Nah, tokoh-tokoh yang akan kita bahas di sini adalah..



K. H. Agus Salim


Ada yang asing dengan nama K.H. Agus Salim? Tapi kalau sama pancasila nggak asing doong? Nah beliau ini salah satu yang merumuskan 5 sila yang sampai sekarang masih relevan dan menjadi pegangan arah bangsa kita ini.



Agus Salim adalah tokoh nasional yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Pendidikan dasarnya ditempuh di

Europeesche Lagere School

(ELS). ELS adalah sekolah khusus anak-anak Eropa. Terus, Agus Salim melanjutkan pendidikannya ke

Hoogere Burgerschool

(HBS) di Batavia. Karena kecerdasannya, Agus Salim berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda pada tahun 1903. Wow. Keren kan.



Namun, prestasi dan titelnya sebagai lulusan terbaik di HBS, tetap tidak bisa membuatnya melanjutkan studi ke luar negeri, karena ia seorang Pribumi, tidak berdarah Eropa Murni. Kejadian ini menjadi pengalaman yang pahit bagi Agus Salim. Sejak saat itu, ia tidak mau kalau anak-anaknya bernasib sama dengannya.



H. Agus Salim


Karena Agus Salim merasa sanggup mendidik anak-anaknya di rumah, ia tidak memasukan anak-anaknya ke lembaga-lembaga pendidikan kolonial bentukan Belanda. Dari 8 anak, hanya anak terakhir saja yaitu Mansur Abdurrahman Sidik yang dimasukkan ke sekolah formal, itu juga karena Mansur lahir setelah era kolonial Belanda di Indonesia berakhir.



Agus Salim menerapkan pola belajar yang asyik dan menyenangkan namun tetap mendidik. Ada beberapa metode yang dilakukan Agus Salim dalam mendidik anak-anaknya. Untuk kemampuan membaca, menulis, dan juga berhitung, metode yang diterapkan dengan cara-cara yang santai seolah sedang bermain.



Nah kalau pelajaran sosial, sejarah, budaya, nilai-nilai budi pekerti, diajarkannya dengan metode bercerita dan obrolan-obrolan setiap harinya. Setiap pertanyaan yang diajukan oleh anaknya, Agus Salim selalu berusaha untuk menjawab. Anaknya dibebaskan untuk bertanya, mengkritik, dan berpendapat tentang apapun. Asik banget kaaan.



Hasilnya gimana? Sangat menakjubkan Squad. Karena sedari kecil anak-anak Agus Salim sudah dibiasakan menggunakan bahasa asing, juga rutin membaca buku-buku bahkan yang berbahasa asing, anak-anaknya tumbuh menjadi individu yang sangat cerdas.



Contohnya Yusuf Taufik, salah satu anak Agus Salim ini pada umur 10 tahun sudah bisa menyelesaikan buku cerita Mahabarata dalam bahasa Belanda. Bukan cuma menyelesaikannya, Yusuf juga pandai menceritakan kisah yang ada dalam buku tersebut. Wow. Kamu umur 10 tahun ngapain aja nih?



Metode pendidikan yang diterapkan oleh Agus Salim kepada anak-anaknya, menunjukkan kepada kita semua, bahwa menjadi cerdas itu nggak harus dari kelas. Asal kamu rajin membaca, berdiskusi, bercerita, dan melakukan kegiatan produktif lainnya, bukan nggak mungkin kamu bisa kaya anak-anaknya Agus Salim.



Oh iya Squad, ada satu pepatah yang pernah dilontarkan oleh Mohammad Roem, seorang tokoh Nasional yang bergerak bersama H. Agus Salim. Melihat Agus Salim memimpin, Roem mengatakan kalau beliau adalah sosok pemimpin yang berani susah.



Biografi H. Agus Salim


Setelah membahas K.H. Agus Salim, sekarang kita bahas satu tokoh perempuan yang nggak kalah hebatnya dengan Agus Salim. Sosok perempuan pemberani, tegas, cerdas, dan bercita-cita merdeka. Dia adalah…



Tokoh Nasional - H. Rangkayo Rasuna Said


Mungkin sebagian di antara kamu sudah nggak asing sama nama tokoh yang satu ini. Biasanya, nama Rasuna Said sering digunakan sebagai nama jalan, terutama di kota-kota besar. Siapa Rasuna Said sebenarnya? Memangnya apa yang telah ia perbuat untuk Indonesia sampai-sampai namanya diabadikan?



Pada tanggal 14 September 1910, di Maninjau, Sumatra Barat, lahir seorang perempuan. Perempuan ini perlahan tumbuh menjadi sosok yang cerdas, memiliki pemikiran yang luas, dan tangguh dalam pendirian. Ia adalah Hj. Rangkayo Rasuna Said. Tokoh perempuan yang memiliki peran penting terhadap Indonesia ketika memperjuangkan kemerdekaan, terutama di bidang pendidikan dan politik.



Perjuangan utama Rasuna Said adalah persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, khususnya dalam bidang pendidikan. Perempuan asli Minangkabau ini berasal dari keluarga bangsawan. Keluarganya sangat melek terhadap pendidikan.



Setelah menyelesaikan sekolah dasar, ayahnya mengirim Rasuna Said ke pesantren yang bernama Ar-Rasyidiyah, dan menjadi santri perempuan satu-satunya. Setelah dari Ar-Rasyidiyah, Rasuna pindah ke Padang Panjang dan masuk ke Madrasah Diniyah Putri, sebuah Madrasah yang didirikan oleh tokoh emansipasi wanita asal Sumatera Barat, Rahmah El Yunusiyah.


Oh ya, Madrasah Diniyah Putri itu adalah sekolah khusus perempuan pertama lho yang didirikan di Indonesia, tepatnya pada tahun 1923. Nah, ternyata pemikiran yang dimiliki Rahmah El Yunusiyah ini membuat Rasuna Said tertarik dan mulai tertarik menceburkan diri ke ranah pergerakan.



Hj. Rangkayo Rasuna Said


Rasuna Said kemudian bergabung dengan Soematra Thawalib dan mulai merintis pendirian sekolah Thawalib. Setelah sekolah Thawalib berdiri, sebagai seorang perempuan yang memperjuangkan hak pendidikan bagi para perempuan, Rasuna Said ikut andil dan aktif mengajar di sekolah tersebut, bahkan sejak usianya masih muda lhoo.



Kepeduliannya terhadap pendidikan nggak cuma sampai di situ. Pada tahun 1930, Soematra Thawalib melahirkan PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia). PERMI kemudian juga mendirikan beberapa sekolah di Bukittinggi, di antaranya sekolah Kursus Putri dan sekolah Normal Kursus, dan Rasuna Said menjadi pemimpin sekolah-sekolah tersebut.



Semangat dan ketegasannya dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan, membuat Rasuna Said dikenal sebagai tokoh yang garang dan pemberani. Ia pernah dipenjara oleh pemerintah colonial Belanda karena pidatonya, dan tahukah kamu, kalau Rasuna Said adalah perempuan Indonesia pertama yang dibui karena tuduhan ujaran kebencian. Ia dipenjara selama 1 tahun 2 bulan.



Jika Kartini memperjuangkan hak perempuan untuk bebas dari pingitan dan kungkungan adat, Rasuna Said menginginkan bahwa perempuan harus lebih dari itu. Perempuan Indonesia harus ikut andil memikirkan gagasan kebangsaan, serta ikut andil dalam perjuangan kemerdekaan.



Bagi Rasuna Said, Indonesia tidak akan pernah bisa merdeka jika para wanitanya masih terbelakang. Kaum perempuan Indonesia wajib berpikiran maju, seperti kaum pria. Waaaah hebat banget ya Rasuna Said Squad. Buat kamu para perempuan, mana nih suaranyaaa?




Baca juga:
Dampak Imperialisme dan Kolonialisme terhadap Bangsa Indonesia



Tokoh Nasional - Ki Hajar Dewantara


Tokoh Nasional yang satu ini pastinya udah nggak asing lagi buat kamu-kamu Squad. Tanggal kelahirannya dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Kenapa? Jelas karena peran dan ide pemikirannya tentang pendidikan Indonesia.



Tokoh ini adalah Ki Hajar Dewantara, pria yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, dan merupakan keturunan bangsawan. Sejak kecil Ki Hajar Dewantara sudah difokuskan untuk mengenyam pendidikan. Pertama kali ia bersekolah di Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa dan juga kaum bangsawan, yaitu ELS.



Setelah dari ELS, ia melanjutkan pendidikannya di STOVIA. STOVIA adalah sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi pada masa kolonial Hindia-Belanda, nah lokasinya itu di kota Batavia. Sampai sekarang sekolah ini masih ada lho, tapi kalau sekarang dikenalnya sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Akan tetapi Ki Hajar Dewantara tidak menyelesaikan sekolahnya akibat penyakit yang ia derita pada waktu itu.



Ki Hajar Dewantara juga tertarik pada dunia jurnalistik lho, ia sangat suka menulis. Ia pernah bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar, di antaranya Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, Sediotomo, dan Poesara. Di berbagai media itu, ia menulis dengan sangat tajam, beberapa kali Ki Hajar Dewantara mengkritik pemerintah kolonial Belanda dan menunjukkan sikapnya yang anti kolonial.



Ki Hajar Dewantara


Satu waktu, tepatnya bulan Juli tahun 1913, dengan nama penulis Soewardi Soerjaningrat, ia menulis di surat kabar De Expres milik organisasi Indische Partij (IP). Tulisannya itu berisi pesan yang tajam terhadap pemerintahan kolonial Hindia-Belanda yang berjudul, “Als ik een Nederlander was” dalam bahasa Indonesianya “Seandainya Aku Seorang Belanda.”



Pada saat itu pemerintah kolonial sedang ingin merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis. Perayaannya itu direncanakan dilakukan di Hindia alias Indonesia, dengan melakukan penarikan uang sumbangan kepada seluruh warga Hindia-Belanda. Salah satu penggalan kalimat dalam tulisannya itu adalah



“Sungguh, seandainya saya ini orang Belanda, maka saya tak akan pernah mau merayakan pesta peringatan seperti itu di sini, di suatu negeri yang kita jajah. Berikan dahulu rakyat yang tertindas itu kemerdekaan, baru sesudah itu kita memperingati kemerdekaan kita sendiri!”



Sebuah pesan untuk membuka kesadaran akan cita-cita kemerdekaan dari seorang Soewardi Soerjaningrat, yang kelak berubah nama menjadi Ki Hajar Dewantara.



Biografi Ki Hajar Dewantara


Karena keberaniannya ini, Ki Hajar Dewantara membuat pemerintah Belanda emosi, geram, dan marah. Hingga akhirnya ia diasingkan ke Belanda. Setelah kembali pada September 1919, ia kembali melakukan perlawanannya melalui tulisan-tulisannya sampai orasinya. Yaa pada akhirnya, Ki Hajar Dewantara bolak-balik masuk penjara.



Nah, sebenarnya ia belum kapok Squad. Namun, semenjak istrinya mengindap penyakit, Ki Hajar mulai fokus untuk kesembuhan istrinya. Setelah istrinya sembuh, ia mulai memikirkan cara lain untuk melawan Belanda, dan cara yang dipilih adalah jalur Pendidikan.



Tepat pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar mendirikan Lembaha Pendidikan Nasional Taman Siswa. Sekolah ini didirikan khusus bagi rakyat pribumi. Ki Hajar sadar bahwa pendidikan adalah senjata yang paling tajam untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan.



Ketika rakyat pribumi tumbuh cerdas, memiliki pengetahuan luas, pemerintah Belanda tidak lagi bisa membodoh-bodohi, dan rakyat pun akan sangat mudah didorong untuk melakukan perlawanan dan merdeka. Taman Siswa ini benar-benar independen, Ki Hajar tidak sudi menerima subsidi dari pemerintah kolonial Belanda.



Nah Squad, karena itulah tanggal lahir Ki Hajar Dewantara dijadikan peringatan Hari Pendidikan Nasional. Semua itu karena ide, gagasan, serta perjuangannya melawan penjajah dengan pendidikan. Sekarang kamu makin percaya kan kalau pendidikan itu penting, kalau pengetahuan adalah senjata yang sangat tajam.



Maka dari itu, jangan lupa belajar, di manapun kamu berada. Apalagi teknologi semakin canggih, kamu bisa belajar secara online, caranya tinggal download aplikasi ruangguru, terus langganan
ruangbelajar
deh. Belajar jadi lebih mudah, dan pengetahuanmu semakin luas.




Sumber Referensi:



Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.



LihatTutupKomentar