Artikel ini menceritakan tentang sejarah perkembangan sistem ekonomi Indonesia yang ada dari masa ke masa.
—
Di artikel lain, kita udah sama-sama tahu
berbagai macam sistem ekonomi
.
Mulai dari sistem ekonomi tradisional, sistem ekonomi pasar, dan sistem ekonomi campuran. Pembahasan soal Pancasila sebagai dasar
sistem perekonomian Indonesia saat ini
juga udah kita bahas di artikel lama ini.
Tapi, kamu tahu nggak kalau untuk mencapai sistem perekonomian saat ini, Indonesia telah mengalami beberapa fase? Bahkan pemikiran soal sistem ekonomi yang cocok tuh udah dipikirin sebelum kita merdeka lho.
Siapa orang-orang keren yang sempet-sempetnya mikirin ginian dan kayak gimana pemikirannya? Yuk, kita telaah sejarah perekonomian Indonesia dari masa ke masa satu per satu.
Sistem Ekonomi Nasional (1945 – 1959)
Di tahun 1945, saat kita lagi nyiapin kemerdekaan, BPUPKI berembuk untuk membahas isi UUD 1945. Salah satunya adalah pasal 33 tentang Kesejahteraan Sosial (yang sekarang kita pakai sebagai landasan sistem ekonomi).
Kurang lebih kayak gini karakter dari pasal 33 itu:
Siapa yang mencanangkan dan
care
sama isi pasal itu? Ya,
Mohammad Hatta
.
Sosok yang udah ngomongin koperasi dari kapan tahu dan peduli sama semangat kerjasama Supaya nggak salah kaprah, Bung Hatta ngejelasin maksud dari pasal itu yang kurang lebih: “Ekonomi kita harus berlandaskan semangat kolektivisme. Artinya, perekonomian rakyat berdasarkan koperasi, yang di atasnya ada pemerintah yang mengatur usaha produksi untuk kesejahteraan rakyat.”
Baca juga:
Ide dan Pemikiran-Pemikiran Proklamasi Kemerdekaan 1945
Bayangin aja gimana perekonomian Indonesia di masa penjajahan. Disuruh kerja paksa. Upah kecil. Perusahaan Belanda naroh investasi besar di tambang dan jasa. Dari situ, berapa yang kita dapat? 8 persen saja bung.
Maka, setelah merdeka, mulai ada transisi.
Dari yang sebelumnya kita mengadopsi (atau pasrah? Hhhh) dengan “ekonomi kolonial” berganti jadi “ekonomi nasional”.
Apakah gampang ngubah ini? Apa Bung Hatta tinggal bikin pidato dan segala sistem perekonomian kita langsung ganti gitu aja? Eits, tidak semudah itu kekeyi.
Belanda aja masih berhihihi dengan usaha-usahanya buat agresi militer. Mereka pengin “mari bung rebut kembali” setelah kita nikung Jepang dari Sekutu.
Salah satu usaha buat kembali memperkuat ekonomi kita gara-gara agresi militer ini adalah kebijakan bernama “
Gunting Syafruddin
”
. Kebijakan yang dibuat Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan saat kabinet Hatta sekaligus menjadi kebijakan mata uang pertama di Indonesia.
Ngapain itu gunting syafruddin?
Bukan, bukan kita ngegunting rambutnya pak Syafruddin. Tapi, pak Syafruddin menggunting mata uang NICA dan
de Javasche Bank
pecahan 5 gulden ke atas. Nantinya, bagian sebelah kiri masih bisa dipakai sebagai alat pembayaran, sementara yang kanan ditukar obligasi negara senilai setengah mata uangnya. Misalnya: kamu punya uang 10 gulden. Kamu gunting jadi dua. Uang yang bisa kamu pakai 5 gulden (dari bagian kiri) dan yang kanan ditukar obligasi senilai 5 gulden.
Tujuannya untuk
nyeimbangin antara jumlah uang yang ada, dan barang yang beredar
. Intinya: biar nggak inflasi. Biar harga nggak mahal, dan nilai uang kita gak turun.
Baca juga:
Yang Belum Kamu Tahu Tentang Ekonomi
Meskipun telah melakukan usaha ini, perubahan dari ekonomi kolonial ke ekonomi nasional baru bisa bener-bener dirasakan ketika masa kabinet Natsir. Ada banyak tokoh yang berkontribusi mulai dari Soemitro Djojohadikoesoemo, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Djuanda, dan Jusuf Wibisono.
Di era kabinet Natsir, industr skala kecil mulai berkembang. Bantuan berupa teknik dan
outlet
pemasaran dikasih. Dia juga membuat program Benteng, yaitu pemberian lisensi khusus untuk orang Indonesia yang mau impor barang. Kebijakan Benteng dicetuskan pak Soemitro, ahli ekonomi di kabinet Natsir.
Sistem Ekonomi Terpimpin 1959 – 1966
Ini adalah periode yang dikasih sama
Bung Karno
pada 21 Februari 1957.
Karena saat itu adalah masa yang gelap.
Di masa itu, gejolak revolusioner kenceng banget.
Buruh pada mogok kerja. Pendapatan negara turun, inflasi naik (harga pada mahal, nilai rupiah kecil). Bayangin aja, Indonesia yang penghasil beras terbesar harus impor. Harga barang naik sampaie 650%.
Misalnya, nih. Harga bakso tadinya 10 ribu. Di masa itu naik jadi 65 ribu. Apa nggak heboh itu? Pasti pada langsung bikin instastory pakai caption:
“Di mana negara saat harga bakso 65 ribu?”
Makanya, di saat ini, seluruh sistem ekonominya dikuasai oleh negara. Disebutnya
sistem ekonomi etatisme atau ekonomi terpimpin.
Buat ngatasin ini, dibuatlah Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang diketuai Mohammad Yamin.
Masalahnya, di dalam situ gak ada ekonom sama sekali.
Gatau deh kenapa Soekarno kayak gitu.
Depernas ini sempat membuat program bernama Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (1961-1968) dengan mengeruk kekayaan alam sebanyak mungkin demi ningkatin program pembangunan nasional.
Sayangnya, hal ini nggak begitu berhasil. Kita sempat mengalami penurunan mata uang (devaluasi). Gimana tuh maksudnya? Jadi, misalnya kamu punya uang kertas Rp500, maka berubah jadi Rp50 dan uang Rp1000 jadi Rp100.
Orde Baru (1966 – 1998)
Tahun 1996, kejatuhan Orde Lama melahirkan Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Tantangannya besar: kita lagi inflasi 650%, utang sampai US$ 2,5 miliar, dan tingkat pertumbuhan rendah.
Soeharto pun melakukan berbagai upaya reformasi perekonomian. Mulai dari ngembangin sektor swasta, menarik investor asing, ilangin subsidi di perusahaan pemerintah. Intinya: dia ngupayain berbagai macam cara untuk ngurangin kenaikan harga dan menyuplai ketersediaan beras.
Soeharto saat di kantor
Di masa ini, kita mennggunakan sistem ekonomi campuran.
Perekonomian Indonesia pun mulai bangkit.
Indonesia kembali bergabung dengan IMF, yang artinya kita bisa mendapat bantuan keuangan dari negara asing. Inflasi supertinggi juga mulai turun. Sampai akhirnya muncul undang-undang Penanaman Modal Asing tahun 1967 dan dibuat konsep anggaran yang berimbang.
Sistem Ekonomi Pancasila
Sistem ekonomi pancasila adalah sistem ekonomi yang kita pakai sampai sekarang. Sistem ekonomi yang berlandaskan pasal 33 UUD 1945. Sistem ekonomi ini mengedepankan pihak pemerintah dan swasta dalam mengelola perekonomian. Jadi, ada pembagian peran yang jelas antara badan usaha (Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta).
Kurang lebih begini pembagiannya: Pemerintah mengelola barang-barang yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, sementara sisanya boleh dikelola swasta dengan pengawasan pemerintah.
—
Pembahasan mengenai sistem ekonomi udah dibuat terpisah dengan lebih lengkap di sini kok:
sistem ekonomi Indonesia dan karakteristiknya
.
So, kalau kamu penasaran pengin tahu lebih jauh, bisa cek dari situ yaa.
Sekarang udah tahu, kan, kalau perjalanan mencapai sistem perekonomian saat ini berasal dari berbagai fase. Bukan nggak mungkin di masa depan kita juga bakalan “geser” dikit, mengikuti perkembangan zaman. Tentunya, masih harus selaras denga nisi UUD kita ya. Nah, kalau kamu mau mempelajari materi-materi kayak gini lewat bentuk video, tonton yuk aja di
ruangbelajar!
Referensi:
Faried, Annisa Ilmi dan Sembiring, Rahmad (2019). Perekonomian Indonesia: Antara Konsep dan Realita Keberlanjutan Pembangunan. Kita Menulis
Sumber foto:
Suharto in His Office as The Commander of Kostrad. [Daring] Tautan:
http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/uploaded_files/jpg/photo/normal/suharto_gma_0001.jpg
(Diakses: 23 September 2020)