Dalam artikel
Bahasa Indonesia kelas 11
ini, kita akan belajar tentang contoh resensi buku mulai dari novel dan non fiksi. Yuk simak selengkapnya!
—
Sebelum kita memutuskan untuk membaca buku, fiksi maupun nonfiksi, kita pasti pengen tau dulu nih isi bukunya tentang apa. Selain itu, kadang kita juga pengen tau apakah bukunya bagus atau enggak untuk dibaca aka
review
dari orang. Jadi, kita nggak ragu untuk baca bukunya.
Review
buku tadi biasa disebut dengan resensi. Kamu juga bisa loh menulis resensi juga. Apalagi kalau kamu anaknya suka nulis. Kamu bisa memberikan ulasan tentang buku yang udah kamu baca. FYI, resensi ini nggak cuma buku, lho. Menulis resensi juga bisa tentang karya sastra lain seperti film, drama, bahkan lagu.
Nah, supaya bisa menulis resensi buku dengan benar, sebaiknya kita pahami dulu pengertian resensi beserta contohnya.
Pengertian Resensi
Apa itu resensi?
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), resensi adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku atau disebut dengan ulasan buku. Selain itu, resensi juga didefinisikan sebagai tulisan yang isinya penilaian tentang sebuah karya berupa buku, novel, film, drama, lagu, dan karya sastra lainnya. Unsur yang dinilai yaitu isi dan unsur kebahasaannya.
Tujuan Resensi
Ada beberapa tujuan dari menulis resensi, yaitu:
1. Membantu khalayak yang belum sempat membaca buku
Resensi memuat sekilas informasi tentang isi atau alur cerita dari buku secara singkat. Nah, hal ini bisa memberikan informasi dan gambaran bagi orang-orang yang belum membaca bukunya.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku
Resensi merupakan ulasan yang berisi tentang penilaian sebuah buku atau karya lainnya. Penilaian ini berupa kelebihan dan kekurangan buku. Nah, kelebihan dan kekurangan buku ini bisa membantu calon pembaca untuk menentukan keputusan agar tidak salah pilih.
3. Membandingkan buku karya penulis lain yang sejenis
Misalnya kamu ingin membaca buku tentang
self development.
Kamu menemukan beberapa judul buku yang bahasannya mirip. Jadi, kamu bingung mau baca yang mana. Nah, lewat resensi, kamu bisa membandingkan buku-buku yang sejenis tersebut.
4. Mengetahui latar belakang buku
Melalui resensi, kita juga bisa mengetahui alasan suatu buku layak untuk diterbitkan dan dibaca. Jadi, sebelum kita memutuskan untuk membaca bisa tau nih latar belakang penerbitannya seperti apa.
5. Menjadi masukan bagi penulis buku
Ternyata, resensi buku tidak hanya berguna bagi calon-calon pembaca loh,
guys.
Bagi si penulis buku juga bermanfaat. Penulis jadi tau apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan dari tulisannya. Dengan begitu, penulis jadi bisa evaluasi dan meningkatkan tulisannya deh ke depan.
Struktur Resensi
Dalam menulis resensi buku, ada struktur-struktur yang harus ada, gengs.
1. Judul resensi
Judul menjadi penentu tulisan akan dibaca atau tidak. Pasalnya, saat orang ingin membaca sesuatu, yang dilihat pertama kali adalah judulnya. Maka dari itu, judul harus ditulis dengan menarik.
2. Sampul buku
Nah, sampul buku ini adalah gambar sampul buku yang kamu resensi.
3. Identitas buku
Identitas buku meliputi identitas-identitas yang tertulis pada buku. Identitas buku merupakan gambaran secara umum yang tercantum dalam buku seperti judul buku, jenis buku, nama pengarang, nama penerbit, tahun terbit dan cetak, ketebalan buku, nomor edisi buku, ukuran buku, hingga harga buku. Untuk buku terjemahan, kamu bisa menambahkan judul asli buku dan penerjemahnya.
4. Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan berisi tentang pengenalan pengarang, karya lainnya yang juga pernah ditulis pengarang, hingga tujuan pengarang menulis bukunya.
5. Isi resensi
Bagian ini berisi tentang ulasan buku. Isi resensi bersifat subjektif tergantung kamu yang menulis resensi. Dalam isi resensi, kamu harus menjabarkan kelebihan dan kekurangan buku. Walaupun bagian ini bersifat subjektif, kamu harus memberikan penilaian seobjektif mungkin, yah.
6. Penutup
Penutup berisi kesimpulan dari penilaian atau ulasan kamu terhadap suatu buku. Pada bagian ini, kamu juga bisa menambahkan kecocokan pada pembaca.
Baca Juga:
Contoh Teks Eksplanasi Berbagai Topik & Strukturnya
Contoh Resensi
Nah, setelah memahami pengertian hingga struktur resensi, agar lebih paham, kita bahas tentang contoh resensinya yah. Yuk simak contoh resensi novel hingga buku non fiksi berikut!
1. Contoh resensi buku berjudul “Di Tanah Lada”
Resensi Buku Di Tanah Lada Karya Ziggy Zazsyazeoviennazabrizkie
Pendahuluan
Bagaimana sebenarnya pandangan dari seorang anak kecil tentang dunia ini? Apakah mereka memandang dunia ini hanya sebagai tempat untuk bermain, makan dan tidur? Atau sebagai tempat penuh kasih sayang dari orang-orang disekitar mereka?
Mungkin akan banyak anak-anak yang berpikir seperti itu. Namun, berbeda dengan Salva atau yang biasa dipanggil dengan Ava. Ava tidak seperti anak-anak pada umumnya yang membawa mainan dalam ransel mereka ketika berpergian atau membawa boneka dalam pelukannya saat ingin tidur. Tetapi, ia akan membawa kamus Bahasa Indonesia kesayangannya kemanapun ia akan pergi.
Kamus itu ia dapatkan sebagai kado ulang tahun ke-3 dari Kakek Kia yang selalu mengajarkan banyak hal kepada Ava. Sehingga, semenjak kepergian Kakek Kia untuk selama-lamanya, Ava hanya dapat mengandalkan kamus tersebut untuk lebih mengenal dunia yang belum bisa ia mengerti ini.
P bukan hanya sekedar satu huruf bagi Ava, tetapi juga nama dari seorang anak laki-laki yang ia temui semenjak pindah ke Rusun Nero. P-lah yang membantu Ava mengenal sekaligus menghadapi dunia -yang menurutnya kejam ini─ selain dari kamus kesayangannya. Ava dan P tidak seberuntung anak-anak lainnya yang merasakan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya. Mungkin hal itu yang membuat mereka mudah akrab satu sama lain dan memutuskan untuk bertualang bersama-sama.
Isi
Kepergian Kakek Kia membuat Ava dan keluarganya harus pindah ke sebuah rusun kumuh yang berada cukup jauh dari perkotaan bernama Rusun Nero. Hal tersebut disebabkan oleh keegoisan ayahnya yang suka berjudi dan tidak menyukai anak kecil, bahkan anaknya sendiri.
Ava diperlakukan seperti sampah yang hanya menjadi beban bagi keluarganya, padahal ia hanya seorang anak kecil yang tidak mengetahui apa-apa tentang dunia ini. Memiliki Mama yang baik tidak menjamin ia diperlakukan baik pula oleh ayahnya. Mungkin hal tersebut yang membuat Ava berpikir untuk mencari kasih sayang atau sekadar perhatian dari orang lain yang dapat memperlakukannya dengan baik.
Mungkin akan banyak orang mengira Ava adalah anak yang aneh dan terlalu dewasa dibandingkan dengan anak lain seusianya. Menggunakan kamus Bahasa Indonesia untuk menjawab rasa penasaran dari kata-kata yang baru ia temui membuatnya terbiasa dengan kata-kata baku dan menggunakannya sebagai bahasa sehari-hari.
Tidak terkecuali dengan P, anak pengamen laki-laki yang Ava temui di sebuah warteg dekat rusun dan membantunya memotong ayam. Menurut P, Ava aneh karena menggunakan kata yang yang terkesan sangat formal ketika berbicara. Menurut Ava, P aneh karena namanya hanya terdiri dari satu huruf.
Keanehan yang dimiliki keduanya membuat mereka ingin lebih mengenal satu sama lain hingga mereka suka bermain bersama karena ternyata mereka tinggal di tempat yang sama ─Rusun Nero. Selain tempat tinggal, ternyata mereka memiliki sifat ayah yang sama, kasar dan suka menyiksa anak mereka. Jika mereka tidak diinginkan di sini, bukankah lebih baik untuk pergi ke tempat yang dapat menerima mereka dengan baik? tempat yang jauh dari para ayah ─atau mungkin juga para ibu─ ke mana saja, asal mereka dapat diperlakukan dengan baik.
Ava pernah datang ke sebuah tempat di mana disana, tidak ada kata-kata umpatan dilayangkan untuknya dan tidak ada siksaan yang ia dapatkan disini. Hanya ketenangan dan rasa kasih sayang yang ia rasakan. Tempat itu bernama Tanah Lada. P yang pada awalnya tidak tertarik dengan tempat itu karena menganggap semua tempat sama saja mulai lelah dengan perlakuan ayahnya mulai tertarik dan memutuskan untuk pergi ke tempat yang Ava selalu bangga-banggakan tersebut. Dari sinilah, petualangan mereka untuk mencari tempat yang akan memberikan ketenangan dan kasih sayang itu dimulai.
Menggunakan sudut pandang anak kecil mengenai dunia ini menjadi suatu penyajian novel yang ingin Ziggy berikan agar berbeda dengan novel-novel lainnya. Dalam novel ini juga terdapat banyak istilah yang diartikan melalui KBBI sehingga dalam penulisannya tidak hanya sebagai pelengkap atau menjadi ciri khas dari tokoh sebagai anak yang ingin mengetahui banyak hal, tetapi juga menambah wawasan bagi para pembacanya.
Alur yang disajikan sangat mudah untuk dipahami dan sangat dapat ditebak pembaca. Selain itu, terdapat banyak pelajaran hidup yang dapat diambil dalam cerita ini seperti mengajarkan untuk banyak bersyukur atas apa yang telah kita miliki saat ini, salah satunya ialah yang jarang kita sadari yaitu arti dari keluarga.
Kelemahan Buku
Terdapat beberapa bagian alur cerita dan penggunaan bahasa yang agak sulit untuk dimengerti karena cerita disajikan sudut pandang dan pemikiran dari anak kecil yang masih polos dan tidak berpikir panjang dalam menentukan suatu keputusan. Cukup banyak pembaca yang merasa bingung bahkan hingga kecewa dengan ending dari novel ini karena merasa agak memaksakan dan tidak terduga.
Buku ini sangat unik dan menarik karena dalam penulisannya yang menggunakan pemikiran anak kecil, namun dengan gaya bahasa yang baku dan tidak seperti anak kecil pada umumnya. Plot yang diberikan dan pemikiran dari tokoh yang tidak dapat ditebak membuat buku ini semakin sayang untuk dilewatkan.
Banyak orang berpikir bahwa anak kecil belum melewati banyak hal seperti apa yang telah dilewati oleh orang dewasa. Dengan pemikiran itulah, anak-anak kehilangan kesempatannya untuk mengutarakan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Banyaknya pelajaran hidup yang tertuang dalam novel akan mengajak pembaca sadar bahwa anak kecil sekalipun dapat mengajarkan kita mengenai arti dari kehidupan.
2. Contoh resensi buku berjudul “Her Name Is …”
Resensi Buku Her Name Is … Karya Cho Nam Joo
Pendahuluan
“Tidak mudah menjadi perempuan, katanya…”
Cho Nam Joo merupakan seorang penulis asal Seoul, Korea Selatan yang memiliki ketertarikan terhadap isu perempuan. Kali ini, ia menerbitkan sebuah buku non fiksi berjudul “Her Name Is…” yang merupakan kumpulan cerita pendek menyentuh hati dari para perempuan di Korea Selatan. Dalam pembuatannya, penulis bertemu lebih dari 60 perempuan berusia mulai dari 9 hingga 69 tahun untuk mendengarkan kisah mereka.
Buku “Her Name Is…” dibagi menjadi 4 bagian yang secara keseluruhan menceritakan kesulitan−kesulitan di dalam hidup yang mungkin hanya bisa dirasakan oleh perempuan, juga semangat juangnya untuk tetap bangkit demi hidup yang lebih baik. Kisah korban pelecehan seksual yang malah mendapat ancaman, perjuangan seorang ibu, anak yang sedang mencari jati diri dan bertahan ditengah gempuran sulitnya ekonomi, hingga nenek yang berjuang demi keluarganya, semua kisah tersebut dituangkan secara apik dalam buku ini. Tak sedikit pula kisah yang menampilkan bagaimana budaya patriarki masih terus ada hingga kini dan perempuan dituntut harus menjadi sempurna.
Melalui buku ini, Cho Nam Joo berhasil menyuarakan isi hati perempuan yang mungkin tak sempat terucap pada dunia. Membuktikan bahwa menjadi perempuan tidaklah mudah. Juga menjadi inspirasi untuk perempuan lainnya agar terus berjuang dan tetap menjadi diri sendiri.
Masih Terus Berdebar.
Bagian pertama berisi kisah−kisah di masa lalu yang masih mendebarkan hati hingga saat ini. Salah satu kisah nya adalah ketika seorang karyawan perempuan mendapat tindakan pelecehan seksual dari salah satu atasan di timnya. Bukannya ditangani dengan baik, perusahaannya malah menganggap hal tersebut bukanlah hal yang serius hingga membuatnya harus melapor sendiri pada Kementerian Tenaga Kerja. Kala itu, ia juga mendapat saran dari seniornya yang mengalami hal serupa untuk mengusut kasus tersebut ke internet agar bisa mendapat dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan pun akan turut membantunya.
Lagi−lagi, bukan bantuan yang ia dapat melainkan teguran dari perusahaan karena dianggap telah mencoreng nama baik perusahaan. Hal tersebut tentunya sangat menggetarkan hati melihat korban kesulitan hingga depresi, namun pelaku masih tetap melanjutkan hidupnya dengan tenang bahkan hanya mendapat teguran ringan dari perusahaan.
Tak berhenti di kisah pertama, perilaku tak menyenangkan di dunia kerja masih terus berlanjut. Kali ini kisah datang dari seorang penulis naskah siaran. Kinerja dan tanggapannya dalam bekerja tidak perlu diragukan lagi, semua kejadian diluar perkiraan pun bisa ditanganinya dengan baik. Namun, hal tersebut tak membuat staff lain menjadi segan ataupun sekedar menghormatinya.
Posisinya yang terbilang junior seringkali dimanfaatkan oleh para senior untuk bisa semena−mena. Mulai dari menyuruhnya membuatkan kopi, membeli makanan, hingga keperluan pribadi lainnya yang secara jelas dilarang dalam peraturan perusahaan. Ia tidak membantah maupun menerimanya, namun tak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti perintah para seniornya itu. Ia hanya tidak punya kuasa untuk membela diri.
Juga kisah lainnya tentang hubungan ibu dan anak yang kurang baik, debaran untuk sang idola, hingga tuntutan untuk segera menikah yang tak henti−hentinya dilontarkan kepada perempuan.
Aku Masih Muda dan Belum Selesai Berjuang.
Berisi tentang kisah sebuah perjuangan di dalam hidup. Mulai dari perjuangan menghadapi perceraian ketika sang adik mendapat lamaran pernikahan, dan sebaliknya mendapat lamaran pernikahan yang ia harapkan ketika sang kakak memutuskan untuk bercerai. Lalu kisah tahun pertama menjadi seorang ibu yang kesulitan mendapatkan cuti melahirkan, kisah beratnya tanggung jawab seorang ibu ketika harus mengurus keluarga, anak, dan pekerjaan, juga kisah para pekerja yang harus mogok kerja agar hak nya bisa didengar, dan perjuangan lain yang masih harus dilanjutkan.
Nenek Sehat−sehat, ya.
Pada bagian ini sebagian besar berisi kisah perempuan lanjut usia yang memiliki semangat membara. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan untuk bisa melanjutkan hidup dengan lebih baik. Seorang ibu yang menjadi supir bus untuk menghidupi keluarganya tak jarang mendapat penumpang pembuat onar hingga ia harus berurusan terlebih dahulu dengan polisi. Juga kisah haru seorang petugas kebersihan yang diangkat menjadi pegawai tetap oleh DPR sehingga ia bisa terlepas dari ketidak adilan yang terjadi di perusahaan lama nya.
Selain itu, tindakan sewenang−wenang pemerintah dalam menggusur tanah ladang milik sang nenek hingga membuatnya harus pergi ke ibu kota untuk mempertahankan ladangnya. Hal tersebut tentunya memiliki alasan yang kuat, ia tidak mau tempat kelahirannya dan tempatnya bertumbuh bersama keluarga dihilangkan begitu saja.
Aku Mengikuti Cahaya Remang Dalam Jalan yang Penuh Ketidakpastian.
Bagian terakhir berisi kisah haru sekaligus menginspirasi. Kisah yang paling mengharukan datang dari seorang guru, ia menceritakan muridnya yang hidup dilantai basement dengan ayah dan kedua adiknya. Hidupnya sangat sulit dan ditambah sang ayah tidak mempedulikannya. Ketika menstruasi adalah hal yang lumrah bagi kebanyakan perempuan, namun bagi Jinsook, hal tersebut sangat menyulitkan. Ketika perempuan lain bisa dengan mudah membeli pembalut dan obat untuk menahan nyeri yang datang, Jinsook harus tetap menghemat pemakaian dan jika salah perhitungan tanggal ia terpaksa harus memakai kain bekas atau diam di dekat saluran air dan tidak pergi kesekolah.
Selain itu terdapat pula kisah menginspirasi dari mahasiswi yang berjuang mendapatkan haknya di kampus, hingga murid Sekolah Dasar yang sudah peduli terhadap kasus pelecehan seksual dan menjadi pelopor dalam mengajak teman−temannya mencegah peristiwa tersebut.
Keunggulan Buku
Cho Nam Joo mengangkat kisah asli dari berbagai kalangan dan usia sehingga membuat para pembaca merasa dapat terhubung dengan kisah yang terjadi. Penataan bahasa yang digunakannya juga sangat rapi dan mudah dipahami. Buku ini banyak sekali memberikan pelajaran dan inspirasi bagi perempuan, salah satunya adalah untuk tetap menjadi diri sendiri dan terus berjuang demi yang terbaik. Selain itu, melalui buku ini, kita juga diajarkan untuk selalu bersyukur atas apa yang dimiliki, karena sering kali hal yang kita anggap sepele ternyata sangat dibutuhkan atau diinginkan oleh banyak perempuan diluar sana. Kisah yang disampaikan juga sederhana namun memiliki arti yang mendalam.
Terdapat beberapa cerita yang tidak memiliki atau kurang menampilkan klimaks nya dengan baik sehingga kisah yang diceritakan terasa datar.
Kesimpulan
Buku ini sangat cocok bagi pembaca yang tertarik pada isu perempuan. Kisah di dalamnya mampu menggetarkan emosi pembaca dengan baik. Banyak yang beranggapan bahwa menjadi perempuan tidaklah sulit, namun setelah membaca buku ini pemikiran−pemikiran tersebut akan berganti dengan rasa empati yang mendalam.
Baca Juga:
Pengertian dan Contoh Resensi dalam Bahasa Inggris
3. Contoh resensi buku berjudul “Le Petit Prince”
Resensi Buku Le Petit Prince (Pangeran Cilik) Karya Antoine de Saint-Exupéry
Tidak banyak orang yang tertarik pada buku anak-anak. Mulanya, banyak yang berpikir demikian tentang buku ini. Dari sampulnya saja, sudah tergambar sosok seorang anak berambut kuning. Mayoritas akan berpikir bahwa buku ini berkisah tentang dongeng anak. Namun, begitu membuka halaman awal, sesuatu menggelitik.
Biasanya, halaman pengantar tidak terlalu menarik untuk dibaca. Akan tetapi, buku ini-
Le Petit Prince (Pangeran Cilik)
– memiliki keunikannya bahkan sejak halaman pertama.
Kepada anak-anak aku mohon maaf, karena mempersembahkan buku ini kepada seorang dewasa.
Di luar harapan, kejutan akan menyapa begitu kita membalik halaman berikutnya. Salah satu hal yang paling unik dari buku ini adalah sebuah kutipan “semua orang dewasa pernah menjadi anak-anak”. Maka, pada akhirnya buku ini tidak mengenal usia. Siapapun berhak membaca. Siapa saja perlu dihibur.
Le Petit Prince (Pangeran Cilik)
termasuk salah satu buku yang paling banyak diterjemahkan di dunia. Sang pengarang, Antoine de Saint-Exupéry begitu apik menyajikan cerita dari sudut pandang seorang anak yang naif dan lugu. Si penulis, begitu lihai menyentuh nilai-nilai dasar kehidupan yang patut untuk menjadi renungan. Tak heran, jika buku ini sudah mencapai cetakan kedua puluh enam di tahun 2022 ini.
Terakhir, kepada H. Chambert-Loir apresiasi amat tulus dipersembahkan. Karena setiap kata, setiap kalimat yang tertuang dalam buku ini menjadi karya sastra yang halus dan amat tinggi. Sebagaimana halnya sebuah kisah,
Le Petit Prince (Pangeran Cilik)
mengandung pengalaman berharga dan nuansa penuh amanat serta pengalaman samaran bagi orang dewasa.
Orang dewasa tidak pernah mengerti apa-apa sendiri, maka sungguh menjemukan bagi anak-anak perlu memberi penjelasan terus menerus.
Kutipan ini agaknya cukup mengusik. Ia memberi kesan bahwa orang dewasa memiliki kecenderungan banyak bertanya karena nihil pengetahuan. Namun, lewat cerita dari buku
Le Petit Prince (Pangeran Kecil)
ini kita diajak untuk merepresentasikan pengalaman masa kecil kita dalam sudut pandang yang berbeda. Dari bab pertama saja, pencerita sudah berkisah tentang mimpi masa kecilnya. Namun, pemikirannya yang lugu harus patah karena orang-orang dewasa dianggapnya mematahkan angannya. Orang dewasa yang digambarkan memberi nasihat itu, mengantarkan pencerita pada impian baru hingga membawanya memilih jalan hidup sebagai pilot.
Dalam perjalanannya sebagai seorang pilot, si pencerita kemudian bertemu dengan Pangeran Kecil berambut kuning. Pertemuan itu memberikan suatu pelajaran, bahwa betapapun tidak masuk akal, apabila sebuah keajaiban yang memukau terjadi, kita tidak berani membantah. Pun dengan perjumpaan keduanya, kemudian melahirkan cerita dan petualangan.
Sang Pangeran Cilik yang nampaknya banyak bertanya ini membawa pembaca kembali merenungi nilai-nilai dan pengalaman manusia yang paling dasar; tanggung jawab, cinta, ketergantungan, kekuasaan, dan ketulusan. Berbagai kisah luar biasa namun dengan metafora yang indah ini memberikan banyak pengalaman kehidupan. Misalnya saja, pengalaman Pangeran Cilik dengan sekuntum bunga yang pada akhirnya memberikan pembelajaran untuk tidak menilai seseorang atas dasar kata-kata semata, namun perlu memperhatikan perbuatannya.
Demikianlah, Pangeran Cilik kemudian berbagi kisah. Termasuk dari mana ia berasal, sebuah planet yang tidak lebih besar dari sebuah rumah. Bahkan, dari penamaan planet asal Sang Pangeran Cilik-Asteroid B612- ini, kita tersadar tentang fakta bahwa orang dewasa menyukai angka-angka. Selama bersama, Si Pencerita mengetahui sesuatu yang baru tentang Sang Pangeran Cilik.
Termasuk di antaranya adalah keberangkatannya maupun perjalanannya. Rentetan pengalaman membawa Pangeran Cilik bertemu dengan banyak orang, satu diantaranya adalah kisahnya dengan seorang raja yang mengesankan pada kita bahwa
mengadili diri sendiri lebih sulit daripada mengadili orang lain.
Jika berhasil akan itu, maka kamu adalah orang yang bijaksana.
Pada akhirnya, Pangeran Cilik mengajari kita bahwa setiap orang memiliki satu hal berharga yang berbeda-beda. Orang sekali-kali lalai terhadap hal berharga itu. Namun, lagi-lagi kita harus ingat dan bertanggung jawab atas hal berharga tersebut. Pun saat akan menilai sesuatu, dalam sebuah perjalanan Pangeran Cilik mengingatkan kita akan sesuatu yang berharga, begini kalimatnya “Hanya lewat hati kita melihat dengan baik. Yang terpenting tidak tampak di mata.”
Ada lebih banyak kisah dan petualangan yang menarik dari buku ini. Meski terlihat sederhana, sejujurnya buku ini melahirkan banyak wawasan dan pengetahuan baru tak terduga. Salah satu alasan mengapa buku ini penting untuk dibaca: orang dewasa dapat memahami segalanya, bahkan buku untuk anak-anak. Maka, selamat menyelami petualangan unik dan berharga Bersama Pangeran Kecil!
4. Contoh resensi buku berjudul “The Joy of Missing Out”
Resensi Buku The Joy of Missing Out Karya Tanya Dalton
Seni Menjalani Hidup Tanpa Rasa Panik
Buku ini ditulis oleh seorang pakar strategi dan produktivitas, CEO dari InkWELL Press dengan nama pena “Tanya Dalton”. Publish pertama kali pada tahun 2019 dan diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia pada tahun 2021 dengan judul yang sama, yaitu “The Joy of Missing Out: Seni Menjalani Hidup Tanpa Rasa Panik”. Buku ini mengulas tentang produktivitas dan perasaan panik yang sering kali saling berkaitan. Tanya Dalton dalam tulisannya berusaha untuk menjelaskan kepada pembaca bahwa ‘tertinggal’ bukan berarti ‘bencana’ melalui pengalaman yang ia alami sendiri dan refleksi atas segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Penulis membagi kisahnya dalam beberapa bagian yang menitikberatkan pada usaha-usaha yang dapat kita lakukan agar menjadi produktif namun tidak menyakiti pikiran sendiri dengan perasaan panik.
Prakata: Kerepotan
Pada bagian awal tulisannya, sebelum menuju pada bagian I. Tanya Dalton menjelaskan bahwa kita harus berhenti mendewakan kesibukan. Seseorang yang produktif bukan berarti orang yang senantiasa sibuk. Kesibukan yang terlalu banyak justru membuat kita ‘repot’ dan merasa ‘lelah’ dengan daftar kegiatan yang harus kita kerjakan sebab sebagian besar dari kita akan kebingungan untuk mulai dari mana.
Pada bagian pendahuluan ini Tanya Dalton berusaha mengajak kita untuk menentukan prioritas dan lebih fokus pada satu tujuan yang esensial sebab tidak semua kesibukan yang kita lakukan memiliki signifikasi yang penting dalam hidup kita. Bisa jadi, kita hanya terlalu sibuk mengumpulkan daftar kegiatan tanpa menyadari manfaatnya bagi diri kita sendiri. Singkat kata, Tanya Dalton meminta kita semua untuk merasa cukup dengan apa yang kita lakukan tanpa membuat perbandingan dengan orang lain.
Bagian I: Berusahalah Menemukan
Bagian ini memuat kisah tentang bagaimana penulis menemukan dan menentukan skala prioritas dalam hidupnya untuk mencapai fokus tujuan. Metode ini disebut oleh Tanya Dalton sebagai metode liveWELL yang akan membantu kita untuk lebih produktif tanpa harus merasa panik dan cemas dalam menjalaninya. Mengerjakan semuanya tanpa memiliki perencanaan yang baik dapat membuat kita tersesat dalam sebuah kesibukan yang sia-sia. Oleh sebab itu metode ini dapat membuat kita berhenti untuk berusaha mengerjakan “semuanya”.
Bagian II: Temukan Kejelasan
Bagian ini merupakan langkah lanjutan dari metode liveWELL, yaitu memperjelas pekerjaan atau tugas-tugas yang sesuai dengan target dan skala prioritas kita. Dalam mempertahankan prioritas hidup kita, dijelaskan bahwa kita perlu memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk mengendalikan dan mengalokasikan tiga sumber kehidupan kita, yaitu waktu, energi, dan fokus.
Pengaturan semacam ini dikatakan oleh penulis dapat membantu kita memaksimalkan potensi diri hanya pada hal-hal krusial dalam kehidupan sehari-hari; sesuatu yang benar-benar berguna bagi produktivitas kita dan membuat kita tidak ‘lelah’ dengan kegiatan tidak penting lainnya.
Bagian III: Ciptakan Keringkasan
Produktivitas adalah tentang bagaimana kita memaksimalkan waktu, energi dan fokus kita untuk mencapai prioritas. Artinya, bagian ketiga dari metode liveWELL adalah menciptakan kebiasaan sehat yang membuat kita berfokus pada tujuan-tujuan penting yang hendak kita capai dan mulai mengabaikan yang tidak penting.
Cara ini dapat dilakukan dengan memangkas pikiran-pikiran tidak penting dalam kepala kita dan mulai fokus pada tujuan yang hendak kita lakukan pada hari ini, minggu ini, bulan ini, dan tahun ini. Mengatur dan menyusun agenda yang akan membuat kita mencapai prioritas akan lebih membantu kita untuk lebih produktif daripada mengerjakan segala sesuatu secara bersamaan.
Bagian IV: Mencapai Harmoni
Bagian ini adalah titik akhir dari metode liveWELL, yaitu mencapai keselarasan atau keseimbangan dalam hidup. Tahap akhir ini menjelaskan betapa pentingnya “jeda” untuk mencapai sebuah harmoni dan harmoni adalah sesuatu yang kita ciptakan sendiri. Setiap orang memiliki versi yang berbeda, itulah mengapa kita tidak perlu membandingkan kecepatan kita dengan kecepatan orang lain.
Harmoni menurut Dalton adalah sebuah ruang untuk diri sendiri, tahu kapan harus bekerja; mengecek surel, tahu kapan harus istirahat; waktu untuk tidur atau bahkan minum segelas teh atau kopi, dan meluangkan waktu untuk melakukan hobi. Harmoni ini dapat dimiliki jika kita sudah bisa menentukan mana yang penting dan tidak penting sesuai dengan prioritas utama kita. Berbeda jika kita masih berkutat dengan berbagai kesibukan, maka kita tidak akan punya waktu untuk diri sendiri.
Keunggulan Buku
Buku ini ditulis dengan tujuan membantu banyak orang untuk menemukan prioritas dan tujuan di tengah kesibukan tanpa jeda, sekaligus memberikan definisi ulang mengenai apa itu produktivitas. Tulisan ini berisi refleksi kehidupan manusia yang begitu sibuk dan cenderung melelahkan menjadi sesuatu yang dapat kita kendalikan. Selain itu, poin terpenting lainnya adalah kita perlu untuk bersantai dan memberikan jeda untuk diri sendiri, membuat kita memahami bahwa produktivitas yang sesungguhnya adalah ketika kita bisa mengelola waktu, energi, dan fokus kita dengan baik.
Bahasa yang digunakan dalam buku ini cenderung baku dan sedikit sulit untuk dipahami karena merupakan terjemahan dari bahasa inggris. Sebagai seorang pembaca, kita mungkin akan membutuhkan konsentrasi yang lebih untuk memahami tulisan ini.
—
Eits, tunggu sebentar. Sampai sini kamu udah paham belum cara membuat resensi buku? Atau kamu kesulitan mengerjakan soal lainnya? Yuk cobain fitur Roboguru sekarang juga. Kamu bisa langsung fotoin soal yang bikin kamu bingung, roboguru bisa membantu menjawabnya.
GRATIS!
5. Contoh resensi buku berjudul “Kosmos”
Pengejawantahan Alam Semesta dalam Kosmos
Fenomena di alam semesta
kerap membawa masyarakat pada ketakjuban dan membangkitkan keingintahuan akan kehidupan ini. Sudah banyak media yang disediakan untuk mempelajari alam semesta, seperti buku dan video. Buku nonfiksi mengenai cabang ilmu ini dapat ditemui salah satunya dalam karya Carl Sagan berjudul
Kosmos
. Carl Sagan merupakan seorang ahli astronomi, kosmologi, astrofisika, dan penulis sains populer dari Amerika Serikat.
Kosmos
adalah salah satu karya terbesarnya dan merupakan buku
best seller
. Sejak terbit pertama kali pada 1980,
Kosmos
telah mencapai cetakan kesembilan pada tahun 2020.
Di dalam buku ini, Sagan mengangkat topik-topik yang menarik, mulai dari
bagaimana alam semesta terbentuk dan berkembang
, apa saja zat yang menyusun alam semesta dan kaitannya dengan tubuh manusia.
Carl Sagan membawa keteraturan sistem alam semesta ke dalam
Kosmos
tidak hanya melalui satu bidang saja.
Kosmos
juga menyajikan sudut pandang alam semesta melalui ilmu biologi, antropologi, sejarah, filsafat, dan seni. Dengan membaca buku ini, pembaca turut mempelajari disiplin ilmu yang lain.
Pada bab pertama buku ini, “Tepi Lautan Kosmik”, Carl Sagan memperkenalkan kosmos kepada pembaca agar mengetahui konsep dan rancangan kosmos sebagai fondasi untuk melanjutkan perjalanan kosmik di bab-bab selanjutnya. Carl Sagan mengajak pembaca ke masa lalu, seperti saat terbentuknya kosmos dan munculnya DNA pertama. Ia juga membawa realita masa kini. Selain itu, di dalam Kosmos juga digambarkan bagaimana masa depan perkembangan sains.
Seperti yang telah disebutkan di atas, Sagan membawa sejarah dan antropologi ke dalam pembahasan kosmos. Pembahasan bagaimana beberapa kultur kuno membentuk suatu peradaban dan bagaimana mereka memandang astronomi pada masa itu. Sagan menggambarkan kehidupan bangsa Assyria pada 1.000 SM yang mengaitkan sakit gigi dengan kejadian-kejadian kosmik.
Kemudian ada mantra penyembuh sakit gigi yang menyebutkan dewa-dewa, seperti Anu, Ea, dan Shamash. Begitu pula dengan kehidupan manusia di awal periode yang mempelajari alam semesta, kemudian terbentuk suatu kebudayaan. Carl Sagan menunjukkan bahwa kosmos adalah awal dan telah memengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia.
Kosmos
juga menyajikan foto-foto objek luar angkasa dan fenonema alam dari NASA. Carl Sagan sendiri terlibat dan berperan besar dalam ekspedisi wahana antariksa Mariner, Viking, Voyager, dan Galileo, serta menerima NASA
Medal for Exceptional Scientific Achievement dan Distinguished Public Service
. Oleh karena itu, Carl Sagan mengisahkan bagaimana perjalanan Viking serta Voyager 1 dan 2 mengunjungi Saturnus.
Seluruh langit seolah-olah menjadi milik kami. Sering kami tidur telentang memperhatikan bintang-bintang di langit, membicarakannya apakah kira-kira bintang-bintang itu dicipta ataukah jadi dengan sendirinya.
– Mark Twain,
Huckleberry Finn
Sebagai manusia, tentu pernah terlintas pertanyaan-pertanyaan bagaimana alam semesta ini terbentuk dan bekerja. Pemahaman tentang alam semesta dapat dipelajari, seperti di bangku kuliah bahkan dapat dinikmati melalui buku ini. Dalam tiga belas bab, Carl Sagan menyajikan
Kosmos
dengan narasi yang dapat dipahami pembaca awam, dengan gaya puitis yang dapat membangkitkan imaji pembaca. Dengan membaca
Kosmos
, pembaca akan merasa terpesona dengan megahnya alam semesta yang tua ini. Carl Sagan juga mengajak pembaca sebagai manusia penghuni Bumi yang kecil ini di luasnya lautan kosmis untuk berkontemplasi tentang asal-usul manusia yang dari zat bintang.
Loyalitas kita ditujukan kepada umat manusia dan planet Bumi. Kita bicara atas nama Bumi. Kewajiban kita supaya bertahan hidup bukan hanya untuk kita sendiri, melainkan juga untuk Kosmos, yang tua dan luas, yang darinya kita berasal.
– Carl Sagan,
Kosmos
6. Contoh resensi buku berjudul “Sumur”
Kisah Pendek dan Tragedi Panjang dalam Sumur
Hal pertama yang ditangkap seorang pembaca dari sebuah buku adalah judul. Dan, hal pertama yang ditatap seorang pembaca dari sebuah buku adalah sampul. Kedua hal itu akan memberi kesan tertentu pada pembaca perihal isi sebuah buku. Begitu pula yang saya temukan pada buku mungil asuhan Eka Kurniawan ini. Pertama kali membaca judul dan menatap sampulnya saat pra pesan diumumkan, saya segera menebak bahwa kali ini Eka akan bercerita perihal tragedi (lagi).
Sebuah sumur di tengah hutan, pohon-pohon ranggas, pegunungan padas, nuansa langit kelam, serta dua orang yang berhadap-hadapan—ada jarak ganjil antara keduanya. Tak bisa ditawar lagi, pemandangan pada wajah buku ini sudah berujar tegas, bahwa ini bukan cerita bahagia. Dan saya meyakini satu hal: nanti, akan ada seseorang yang mati dalam sumur itu. Apakah tebakan saya terbukti?
Ketika kita berbicara perihal sumur, terlebih dengan visualisasi sedemikian terang, maka benak kita akan segera melayang ke film-film horror macam Sadako, The Ring, Annabelle, dan seterusnya. Satu tema besar muncul dari sana: hantu, misteri, dan tragedi. Apakah kali ini Eka akan menulis sebuah cerita horor, rupanya tidak, sebab fokus Eka dalam buku ini adalah kisah asmara sepasang anak kecil yang bertetangga desa, yang kemudian berkembang menjadi kasih tak sampai sebab peristiwa yang muncul di awal cerita, tepatnya pada halaman pertama paragraf kedua, perseteruan orang tua Toyib dan Siti, tokoh sentral dalam cerita ini.
Sebagai latar, dalam narasinya, Eka menerakan kehendak alam yang tak pernah bisa ditentang oleh manusia—bencana kekeringan dan kekurangan air, bagaimana orang-orang putus asa terus bertahan, bagaimana harapan-harapan justru menghancurkan. Setidaknya itu dibuktikan dengan apa yang dialami Siti juga Toyib. Kota membuat Siti terjebak dan harus hidup dengan lelaki beristri, sementara Toyib harus kehilangan ayahnya sebab angan-angan nasib baik perihal kota.
Pada akhirnya, setelah sebuah plot yang berkejar-kejaran, mereka harus balik kampung dengan sisa-sisa cerita yang tak sedikitpun menyisakan kebahagiaan bagi keduanya, kecuali pertemuan-pertemuan ganjil pada pagi buta di hadapan sebuah sumur. Di sanalah Toyib dan Siti mencoba menanam tunas harapan hidup mereka yang sudah kadung membusuk.
Sepanjang membaca cerita ini, saya tersengal beberapa kali, seolah sedang berlari. Eka menyusun plot-plot dengan sangat padat hingga seolah-olah terburu-buru. Saya memaklumi ini, mengingat wadah cerita ini adalah cerita pendek. Cerita masa kecil Toyib dan Siti hanya dijabarkan dalam satu alinea pendek pada halaman pertama, plot berganti pada alenia kedua, perihal perseteruan ayah Toyib dan ayah siti, yang menjadi titik muasal kehidupan muram anak-anak mereka.
Plot terus berjalan, kejar-mengejar, menerakan kisah hidup Toyib dan Siti yang seolah buntu, kematian orang-orang di sekitar, memunculkan tragedi-tragedi baru, hingga akhirnya Eka menutup plotnya dengan hilangnya istri Toyib dan suami Siti, yang belakangan, keduanya ditemukan di dasar sumur itu. Tanpa nyawa dan tanpa catatan (hal. 47).
Kata ‘tanpa catatan’ seolah sengaja dipakai Eka untuk mencukupkan cerita ini. Bagaimana cara suami Siti yang tak punya kaki bisa sampai ke sumur itu, atau apa motif istri Toyib pergi ke sumur itu, semua dilemparkan ke pembaca. Bukankah bisa saja, Toyib dan Siti bersekongkol memanfaatkan sumur itu untuk mengakhiri pasangan buruk mereka. Pembaca bebas mengungkap apa-apa yang tak terungkap dalam Sumur Eka ini dengan versi masing-masing. Dan terlepas dari itu semua, tebakan saya akhirnya terjawab sudah: harus ada seseorang yang mati dalam sumur itu.
Saya mengempas napas panjang di pungkasan cerita, sebuah tragedi panjang dalam kisah pendek. Benar-benar pendek. Untuk menamatkan buku ini saya hanya butuh waktu 25 menit. Dalam dalam jangka waktu tersebut, mungkin dimulai sekitar menit kedua—saat ayah Toyib mengakhiri hidup ayah Siti—sampai kalimat terakhir yang menutup cerita ini, saya terus-terusan didera perasaan sebak. Sebak pada penderitaan tokoh-tokohnya yang tak berkesudahan. Sebak pada kenaifan mereka. Pada satu sisi, cerita ini tak jauh dari novel-novel Hamka terutama perihal kasih tak sampai yang dikorek secara terus menerus hingga memunculkan efek luka tertentu pada benak pembaca.
7. Contoh resensi buku berjudul “Almond”
Resensi Buku Almond Karya Sohn Won Pyung
Pendahuluan
Sohn Won Pyung, perempuan kelahiran Seoul ini mengajak pembaca untuk mengetahui lebih dalam kehidupan seorang penderita Alexythimia. Alexythimia sendiri terjadi karena kurang berkembangnya rasa emosional masa kanak-kanak,
pasca-gangguan stress traumatis
, atau memiliki amigdala dengan ukuran lebih kecil, sehingga tidak bisa mengidentifikasi emosi.
Awalnya, penulis menceritakan bagaimana kehidupan seorang anak bernama Yoonjae yang
yang dijuluki “monster” oleh orang sekitar karena mengidap Alexythimia. Cerita ini dikemas dengan hangatnya unsur kekeluargaan karena dijabarkan bagaimana peran keluarganya dalam mengajarkan Yoonjae cara bersosialisasi, berekspresi, dan berempati.
Tetapi, kehangatan tersebut lenyap saat memasuki pertengahan cerita. Setelah Yoonjae kehilangan seluruh anggota keluarganya, penulis menyuguhkan perjuangan Yoonjae untuk bertahan hidup di tengah kerasnya dunia hingga bertemu “monster” lain dengan latar belakang yang berbeda.
Lewat novel Almond, penulis mampu menggambarkan suatu penyakit secara detail melalui kehidupan seorang tokoh namun tidak terkesan hiperbola. Akibatnya, pembaca mampu merasakan kesedihan dan empati yang cukup mendalam atas cerita yang disuguhkan. Pembawaan ceritanya juga cukup ringan dan mampu menjelaskan suatu masalah dari sudut pandang baru yang mungkin tidak semua orang dapat merasakannya.
Isi Cerita
“Anak yang tidak punya rasa takut dan tenang dibandingkan teman sebayanya.” Itulah yang dikatakan ibu Yoonjae dalam menggambarkan sosok putranya. Cerita ini dimulai ketika Yoonjae memiliki tingkah laku yang mengkhawatirkan.
Yoonjae selalu memasang ekspresi wajah yang sama setiap waktu, seperti ketika terkena air panas, melihat temannya terjatuh, melaporkan kejadian pembunuhan yang ia lihat dengan mata kepala sendiri, juga ketika sedang dipuji atau bahkan dicemooh sekalipun.
Dimana pun dan kapan pun ekspresinya tidak pernah berubah, selalu datar. Hal tersebut membuat ibunya khawatir, awalnya ia mengira anaknya mungkin memiliki sifat pendiam, namun ketika semakin gusar ia pun mencoba berkonsultasi dengan dokter dan mendapat hasil yang membuatnya sedih. Hari demi hari cemoohan terus berdatangan kepada Yoonjae.
Terdapat dua alasan mengapa orang menjauhinya, mereka takut seperti halnya Yoonjae adalah monster yang yang harus dijauhi dan mereka merasa kesal karena Yoonjae tidak memiliki empati sedikit pun. Tetapi, meskipun begitu, ibu dan neneknya terus membantu Yoonjae bagaimana cara berekspresi dan berempati.
Berbagai cara dilakukan hingga hal tersebut terasa seperti hafalan yang akan keluar pada ujian tulis. Tak lupa, ibunya juga selalu memberi Yoonjae almond dan berharap almond yang ada di kepala Yoonjae akan semakin membesar seiring waktu. Walaupun ia tahu hal tersebut mustahil.
Hingga ketika mereka bertiga pergi merayakan ulang tahun Yoonjae dengan memakan naengmyeon, mie gandum dengan kuah kaldu sapi yang dingin di tengah derasnya salju turun, ketika itu pula Yoonjae harus kehilangan ibu dan neneknya, anggota keluarga yang hanya dimiliki Yoonjae karena serangan brutal penjahat.
Dalam situasi seperti itu pun Yoonjae tetap mematung dengan wajah datar sembari menyaksikan darah berlumuran di kaca, hingga akhirnya pihak polisi dan ambulance datang. Neneknya dinyatakan wafat dan ibunya harus terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma.
Di tengah kesendiriannya, ia bertemu Prof. Shim, pemilik kontrakan yang ia sewa dan ternyata cukup dekat dengan sang ibu. Prof. Shim terus membantu Yoonjae dalam degala hal hingga menjadi wali Yoonjae. Ia juga bertemu Gon, seorang berandalan sekolah yang bahkan sudah menghajarnya ketika mereka pertama kali bertemu.
Setelah Gon mengetahui bahwa Yoonjae tidak akan pernah merubah ekspresinya, Gon semakin kesal dan merasa tertantang untuk mencari tahu lebih dalam tentang Yoonjae. Beberapa interaksi yang terjadi diantara keduanya membuat mereka semakin dekat, dengan berbagai perbedaan dan juga persamaan yang dimiliki, mereka berhasil memberikan pelajaran hidup bagi dirinya masing-masing.
Walaupun keduanya dijuluki “monster” oleh siswa lain, namun persamaan itu lah yang membuat mereka cocok. Menjelang akhir cerita, penulis juga mendatangkan sosok baru yang membuat kehidupan Yoonjae semakin berwarna. Banyak perubahan yang terjadi dalam diri Yoonjae, namun ia sendiri tidak tahu apakah perubahan tersebut mengarah pada hal baik atau buruk.
Novel ini memiliki banyak pelajaran hidup secara tersurat maupun tersirat yang dapat pembaca ambil. Seringkali kita menyepelekan emosi yang timbul dalam diri, namun bagaimana dengan orang yang tidak mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk emosi? Setiap peristiwa yang ditampilkan menyadarkan pembaca akan pentingnya empati dan bersyukur.
Dengan latar belakang psikologis, penjelasan mengenai suatu penyakit tersebut sukses memberi wawasan baru dan sudut pandang baru. Terbitnya novel Almond juga bisa membuat masyarakat semakin aware terhadap Alexythimia. Penggunaan sudut pandang pertama membuat pembaca semakin bisa memahami apa yang sebenarnya dirasakan oleh Yoonjae sebagai pengidap Alexythimia.
Bahasa yang digunakan juga ringan dan konflik yang disajikan pas sehingga membentuk kombinasi yang sempurna untuk novel ini. Selain itu, penulis mampu menggambarkan dengan jelas suasana Korea Selatan sebagai latar belakang tempat cerita ini sehingga pembaca bisa dengan mudah membayangkan setiap adegannya.
Kelemahan Buku
Karena mengandung cerita-cerita pada masa SMA sehingga terdapat beberapa adegan yang sudah bisa ditebak, namun tidak mengganggu plot twist yang disajikan di ujung cerita. Penggunaan kata ganti yang cukup banyak juga cukup membingungkan pembaca dalam mengartikan point of view orang yang dimaksud.
Kesimpulan
Ketika selesai membaca novel ini, terbesit kesedihan yang cukup mendalam bagaimana sulitnya kehidupan seorang penderita Alexythimia. Walaupun bergenre fiksi namun fakta-fakta mengenai penyakit Alexythimia yang disajikan memiliki keakuratan yang tinggi.
Bisa dikatakan novel Almond adalah novel fiksi semi self-improvement karena begitu banyak pesan yang dapat kita ambil dan diterapkan di kehidupan sehari-hari. Novel ini cocok dibaca oleh siapapun terlebih bagi orang yang memiliki ketertarikan di bidang psikologi.
Baca Juga:
Contoh Esai Singkat Berdasarkan Jenisnya
8. Contoh resensi buku berjudul “Filosofi Teras”
Pengendalian Diri Ala Filosofi Teras
Sepanjang hidup manusia mengalami berbagai masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menemui banjir ketika hujan lebat, dikecewakan orang lain, mengalami kemacetan parah di jalan, adalah sedikit contoh problem nyata yang terus terjadi. Banyak orang ingin menjalani kehidupan dengan tenang tanpa harus repot memikirkan masalah yang datang. Hal semacam itu tak mungkin terjadi.
Manusia dapat menemukan ketenangan saat menghadapi “kebisingan” dalam menjalani kegiatan. Salah satu cara menemukan ketenangan dapat kita jumpai dengan pengendalian diri ala Filosofi Teras. Buku ini menjadi karya
best-seller
kategori pengembangan diri untuk semua kalangan usia.
Romo Setyo Wibowo, dalam pengantar buku ini menjelaskan, Filosofi Teras mengusung kebahagiaan yang tidak lazim. Para penganut Filosofi Teras menganggap bahwa kebahagiaan bersifat “negatif logis”, yaitu tiadanya penderitaan, tiadanya emosi, saat manusia tidak diganggu oleh nafsu (hal. xi)
Filosofi Teras adalah ajaran filsafat yang berkembang di Yunani hingga kekaisaran romawi pada tahun 300 tahun sebelum masehi
. Pertama kali diperkenalkan oleh Zeno, kemudian pengaruhnya semakin berkembang saat era Marcus Aurelius. Sejak dulu, ajaran ini mengedepankan pengendalian diri atas masalah yang dihadapi. Penulis memaparkan tujuan Filosofi Teras tidak sekadar mencapai kebahagiaan, namun juga berdamai dengan diri sendiri atas masalah yang dihadapi.
Pada Bab 3, penulis memperkenalkan salah satu prinsip terkenal yang disebut dikotomi kendali. Prinsip yang mengutamakan fokus pada hal- hal yang mampu kita kendalikan, bukan pada hal-hal di luar kendali kita. Hal-hal yang dapat dikendalikan adalah pikiran dan tindakan kita sendiri. Sedangkan di luar kendali antara lain: Tindakan orang lain, opini orang lain, kondisi tubuh, dan segala sesuatu di luar tindakan dan pikiran kita. Seseorang tidak bisa memilih kondisi yang ingin dihadapi. Akan tetapi, kita bisa menentukan respon apa dalam menghadapi setiap kondisi.
Kemudian pada bab 6, buku menjelaskan hal tentang memperkuat mental. Ketika manusia menghadapi suatu kejadian apa pun, bisa menjadi momentum untuk melatih diri. Cara kita merespon musibah sebagai suatu pelajaran untuk mempersiapkan diri lebih baik. Saat kehilangan uang karena terjatuh di jalan, respon kita adalah berhati-hati dalam menjaga uang. Mengubah sikap atas masalah adalah kesempatan belajar membentuk mental yang kuat, daripada sekadar mengeluh atau mengumpat tanpa menghasilkan perubahan.
Buku yang terbit tahun 2019 ini secara khusus juga membahas tentang kematian. Kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan. Kematian adalah bagian dari alam, yang terus ada sepanjang zaman. Kematian menjadi menakutkan adalah gambaran manusia atas kematian itu sendiri. Para filsuf penganut Filosofi Teras menilai bukan seberapa panjang umur, tapi bagaimana menjalanai hidup dengan berkualitas.
Keuletan dan ketangguhan sejati bukan datang dari otot atau uang yang kita miliki, tetapi dari pikiran kita. Inilah kekuatan pikiran kita yang bisa mengubah halangan menjadi jalan itu sendiri. – Henry Manampiring, Filosofi Teras
Kiat-kiat praktis dan pola pikir yang ditanamkan disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu, setiap bab dilengkapi dengan ilustrasi kartun membuat pembaca tidak merasa bosan. Walaupun ukuran huruf yang dipakai sedikit kecil, hal ini tidak membuat Filosofi Teras kehilangan makna dalam memaparkan setiap informasi. Agar semakin menarik, contoh kasus yang disajikan erat kaitannya pada aktivitas yang mudah dijumpai.
Perjalanan menikmati buku Filosofi Teras membuka wawasan baru mengenai aliran filsafat ini. Seperti ajaran filsafat lainnya, Filosofi Teras bukanlah ajaran yang sempurna. Kemauan untuk terus belajar menjadi lebih baik adalah sikap yang harus diambil dengan kerendahan hati. Buku setebal 320 halaman ini bisa menjadi kamus pegangan yang ingin menjalani “ Kebahagiaan” dalam hidup.
9. Contoh resensi buku berjudul “Marti & Sandra”
Kisah Pilu Sepasang Ibu dan Anak
Seno Gumira Ajidarma adalah salah satu sastrawan Indonesia termasyhur. Jumlah karyanya sudah sangat banyak dengan kualitas yang jempolan. Daftar penghargaan yang telah diraihnya pun berderet panjang. Baik penghargaan kelas internasional, nasional, maupun surat kabar harian.
Salah satu penghargaan yang sudah cukup banyak Seno dapatkan ialah penghargaan untuk cerita-cerita pendeknya yang diberikan Harian
Kompas
. Sejak dimulai pada 1992, dan dilaksanakan setiap tahun, Anugerah Cerpen Kompas telah memberikan penghargaan kepada 19 penulis cerpen nusantara yang berbeda. Seno dan almarhum Kuntowijoyo menjadi dua nama yang paling banyak memenangkan penghargaan cerpen terbaik pilihan
Kompas
.
Mutakhir, cerpen Seno yang berjudul “Macan” menjadi pemenang cerpen pilihan
Kompas
2020. Sebelumnya, Seno pernah memenangkan cerpen terbaik pilihan
Kompas
2010 dengan cerpen berjudul “Dodolitdodolitdodolibret”, pada 2007 dengan cerpen yang berjudul “Cinta di Atas Perahu Cadik”
,
dan pada 1993 dengan cerpennya yang legendaris, yaitu “Pelajaran Mengarang”
.
Cerpen yang disebutkan terakhir, setelah 29 tahun lamanya, kini
hidup kembali
dalam versi yang lebih panjang, yakni berupa novel berjudul “Marti & Sandra”—yang sebelumnya dimuat sebagai cerita bersambung di Harian
Kompas
.
Sebagai sebuah novela, “Marti & Sandra” mengeksplorasi lebih jauh kisah tentang Sandra, murid yang mendapat tugas di sekolah untuk menuliskan cerita terkait tema yang, bagi dirinya, teramat susah, yakni keluarga yang berbahagia, liburan ke rumah nenek, atau ibu.
Mamanya Sandra, yang bernama Marti, merupakan seorang tunasusila, yang tidak pernah tahu siapa bapak Sandra dan akan selalu marah ketika ditanya soal itu. Keluarga mereka tidak lengkap. Sosok nenek yang diketahui Sandra pun hanyalah Mami, yang tiada lain adalah alku. Kehidupan Sandra dan Marti jauh dari kata bahagia.
Kenyataan tersebut membuat Sandra kesulitan untuk menuliskan cerita yang ditugaskan oleh ibu guru. Selama waktu pelajaran berlangsung, Sandra hanya bisa merenung dengan pikiran yang melayang ke peristiwa-peristiwa dalam keluarganya, yang hanya terdiri dari dirinya sebagai anak dan mamanya yang bernama Marti.
Sandra sering menemukan mamanya menangis dalam gelap ruangan di malam hari.
“Mama, kenapa menangis, Mama?”
Marti mengangkat wajahnya, baru sadar ada Sandra di depannya. Pipinya basah. Ia memeluk Sandra, dan melanjutkan tangisnya, yang terdengar ngilu, seperti rintihan, seperti merambati sebuah luka yang panjang.
Sandra mengelus rambut ibunya.
“Mama, jangan menangis, Mama …“
Bagaimanapun juga Marti tetaplah seorang perempuan dan ibu. Meskipun ia belum mampu menjadi sosok ibu atau orang tua yang baik untuk Sandra, Marti tetaplah menginginkan Sandra untuk menjadi perempuan baik-baik. Marti senantiasa mengatakan kepada Sandra untuk jangan pernah menjadi seperti Marti. Sandra harus menjadi orang sukses dan bermartabat.
Melalui novela ini, Seno merekam sisi lain kehidupan anak yang tidak selalu penuh keceriaan. Tidak semua anak memiliki orang tua dan keluarga yang lengkap dan harmonis. Tidak semua anak bisa mendapatkan kasih sayang orang tua sebagaimana lazimnya. Isu yang memilukan semacam itu adalah kenyataan di masyarakat. Selanjutnya, walaupun tema dalam novel ini sangat sensitif, Seno mampu mengemasnya dengan apik. Seno merupakan penulis yang sopan, sehingga cerita-cerita karangannya sangat menyenangkan dan sarat makna.
Lalu, kondisi Sandra sesungguhnya dapat menjadi refleksi bagi institusi pendidikan. Sekolah dan pihak-pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan mesti menyadari keragaman peserta didik. Selain tingkat pemahaman, setiap anak juga memiliki latar belakang keluarga yang berbeda. Sehingga dalam pembelajaran tidak bisa begitu saja dilakukan penyamarataan. Untuk anak-anak seperti tokoh Sandra perlu diberikan pendekatan yang berbeda guna memaksimalkan kemampuannya.
Lantas, muncul pula pertanyaan yang menarik untuk diajukan: akan seperti apa masa depan anak seperti Sandra? Jawabannya bisa ditemukan setelah menyelesaikan halaman terakhir. Selamat membaca.
10. Contoh resensi buku berjudul “Sapiens di Ujung Tanduk”
Resensi Buku
Sapiens
di
Ujung
Tanduk Karya Iqbal Aji Daryono
Era digital sudah tak terbendung. Efek digitalisasi mengubah sangat banyak hal dalam kehidupan hari ini. Pola kehidupan manusia, terutama terkait cara berkomunikasi dan bersosialisasi, telah begitu berbeda dengan era-era sebelumnya. Meski membawa banyak dampak positif berupa berbagai kemudahan, era yang sangat bergantung pada internet ini, disadari atau tidak, juga menggerus berbagai sisi kemanusiaan kita.
Iqbal Aji Daryono (IAD) melalui buku
Sapiens di Ujung Tanduk
mengajak kita untuk merenungkan hal tersebut. Kritiknya yang disampaikan dengan cara yang menggelitik akan membuat kita tersenyum sekaligus tertohok. Tulisan-tulisan IAD membukakan mata kita untuk melihat berbagai fenomena di era digital ini secara lebih jernih dan tajam.
Banjir Informasi dan Rendahnya Literasi
Contoh paling gamblang adalah terkait melimpahnya informasi yang ada di jagat digital. Segala rupa informasi tersedia di sana. Dari informasi yang positif, memotivasi, dan membantu produktivitas, sampai informasi-informasi negatif yang menipu dan memancing sentimen buruk beredar luas di dunia digital. Hal itu tentu saja menuntut kecakapan literasi digital masyarakat pengaksesnya. Sayangnya, literasi digital masyarakat kita masih rendah.
“Bagi publik awam, informasi ya informasi, setara saja bobotnya. Mereka tak paham kualifikasi informasi. Mana informasi yang akurat dan mana yang mencurigakan, mana yang sesuai standar jurnalisme dan mana yang asal ditulis.” (hlm. 140)
Kesadaran dan kecakapan literasi yang rendah membuat masyarakat lebih mudah terhanyut dan terhasut informasi yang tidak jelas kredibilitasnya. Sumber-sumber informasi terpercaya seperti lembaga pers jauh tertinggal dari akun-akun media sosial yang senang menyebarkan gosip, berita, dan isu-isu tidak bermutu. Sehingga tidak mengherankan jika kita sering melihat hoaks atau berita palsu yang mendadak viral (dan dipercaya!), serta perdebatan dan caci maki di antara masyarakat digital yang pada akhirnya bisa mengakibatkan polarisasi sosial.
Kecanduan Viral
Masalah bertambah pelik ketika secara psikologis masyarakat mengalami kecanduan akan viralitas. Demi menjadi viral, konten apa pun akan dibuat dan disebarkan tanpa pernah mengkalkulasi dampak buruk dari konten tersebut. Dalam tulisan yang berjudul “Bu Guru Penggemar Viral” dan “Lagi-Lagi Kebelet Viral”, IAD mengomentari sensitivitas masyarakat digital terhadap konten-konten yang mereka posting di media sosial. Sering kali masyarakat hanya mengejar
like, comment
,
share, subscribe
, dan
repost,
sonder peduli pada nilai kebermanfaatan konten tersebut, yang bahkan tidak jarang sebenarnya merupakan aib dan kekurangan orang lain.
Kasus yang dicontohkan oleh IAD terkait seorang guru yang merekam muridnya yang menangis karena tidak mampu menjawab pertanyaan, barangkali dari sisi hiburan memang melipur dan akan mendatangkan tawa. Akan tetapi, kalau dilihat dari sisi kepatutan dan etika pendidik, apakah layak hal seperti itu dijadikan konten? Mengapa bisa seorang guru lebih suka memviralkan kekurangan muridnya ketimbang menampilkan prestasi-prestasi yang dapat menjadi inspirasi bagi orang lain? Ah, mungkin karena “kita memang lebih suka bergembira dalam mengumpat dan tertawa, daripada berpikir dan mencerna.” (hlm. 73)
Hal memprihatinkan juga terjadi di sisi pemerintah maupun penegak hukum. Terdapat banyak kasus pelanggaran hukum yang mangkrak kemudian mendadak dilanjutkan karena beritanya viral di dunia digital. Seakan-akan massa harus mengeluhkan bersama suatu permasalah barulah penegak hukum mau mendengarkan. Sehingga, muncul sebuah pertanyaan, “Kalau tidak viral, tidak akan ditindak?”
Ada lebih banyak fenomena dan dampak dunia digital yang memengaruhi dan bahkan mengikis dimensi kemanusiaan kita. Buku
Sapiens di Ujung Tanduk
bisa menjadi referensi menarik untuk memahaminya. Selamat membaca!
–
Nah, itu dia berbagai macam contoh resensi buku. Kamu harus ingat yah, saat menulis resensi harus memenuhi struktur yang ada seperti judul, sampul buku, identitas buku, bagian pendahuluan, isi resensi, dan penutup. Yuk mulai nulis resensi. Siapa tau tulisan kamu jadi bermanfaat buat orang lain!
Oh iya, kalau kamu ingin belajar materi-materi lainnya yuk gabung di
ruangbelajar
sekarang juga.