Banyak yang bilang kalau kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang, tapi uang bisa beli macam-macam hal yang membuat kita bahagia. Memang, sih, tidak bisa dipungkiri, uang menjadi salah satu faktor penting di dalam hidup kita. Hampir setiap aspek di hidup kita “membutuhkan” uang. Biaya sekolah, berobat, bahkan paket internet yang kamu beli untuk bisa membaca artikel ini dibeli dengan uang.
Tapi, bagaimana ya asal-usul terciptanya uang?
hepi-hepi karena uang (sumber: giphy.com)
Seperti yang kita ketahui bersama, pada zaman dahulu, manusia memenuhi kebutuhan dengan cara berburu. Kehidupan zaman dulu memang tidak sekompleks sekarang. Mereka menangkap hewan untuk bisa makan. Manusia tinggal di goa atau membuat tenda-tenda sebagai tempat berlindung. Semua orang (atau dalam kelompok) membuat pakaian sendiri. Minum dari sungai-sungai dan hidup dengan cara berpindah-pindah.
Pada masa ini, jelas bahwa
uang belum ada.
Bahkan benda yang dijadikan alat tukar saja belum ada. Masyarakat pada zaman itu belum
kepikiran
untuk membuat alat transaksi yang bisa digunakan secara universal.
Berburu (sumber: imgur.com)
Seiring berjalannya waktu, manusia mulai hidup menetap. Orang-orang kemudian memproduksi sendiri kebutuhannya. Mereka berkebun, beternak ikan, dan tidak lagi terus-menerus mengambil hasil alam begitu saja untuk memenuhi kebutuhannya.
Masalahnya, semakin lama hal ini semakin sulit dilakukan. Barang-barang yang mereka produksi sulit memenuhi semua kebutuhannya. Mereka membutuhkan hasil produksi orang lain supaya kebutuhannya tercapai.
Misalnya, ada orang yang paham cara beternak sapi, tapi tidak tahu cara menanam bawang. Akhirnya, mereka harus sepakat untuk menukarkan apa yang mereka punya dengan barang milik orang lain agar kebutuhannya terpenuhi.
Peristiwa tukar-menukar ini dinamakan dengan sistem barter.
Barter (sumber: giphy.com)
Awalnya, mereka merasa kalau barter adalah jawabannya. Mereka jadi bisa saling “menutupi” kebutuhan satu sama lain. Orang-orang bisa pergi ke pasar dan membawa barang-barang mereka, berharap menemukan orang yang membawa barang yang mereka butuhkan dan mau ditukar.
Tentu, praktek barter ini tidak semudah teorinya.
Semakin lama, kelemahan sistem barter ini semakin terlihat: mereka semakin sulit menemukan orang yang ingin ditukarkan barangnya.
Contoh: Ada orang yang ke pasar membawa beras dua kilo, sementara di rumahnya dia butuh… kulkas dua pintu. Nah, susah, kan,
tuh
menemukan orang yang punya kulkas dua pintu dan mau ditukar dengan beras dua kilo (ya iya lah). Jadi,
deh
, si orang tadi gagal memenuhi kebutuhannya akan kulkas dua pintu. Kasihan dia. Hmmm.
Demi mengatasi masalah ini, akhirnya manusia berpikir dan memutuskan untuk
membuat alat tukar dari barang-barang
tertentu. Bangsa Romawi, misalnya. Pada akhirnya
menjadikan garam sebagai alat tukar di masanya.
Iya, garam.
Garam (sumber: tuquh.com)
Kamu mungkin berpikir “Emangnya garam berharga banget ya?” atau “Untuk beli satu sapi butuh berapa garam?” Jawabannya adalah, karena pada masa itu, garam cenderung barang yang mudah didapatkan dan diproduksi. Garam bahkan membawa pengaruh besar bagi alat tukar sampai sekarang.
Garam dan barang lain yang berfungsi sebagai alat tukar ini pada awalnya menjadi alternatif manusia untuk melakukan transaksi. Namun, masalah kembali ditemukan. Barang-barang ini tidak punya daya tahan yang cukup lama.
Seiring perkembangan zaman, barang-barang ini pun digantikan oleh logam seperti emas, perak, dan tembaga. Alasannya, tentu karena emas dan perak punya nilai dan daya tahan yang lama. Alat tukar ini dinamakan dengan
“uang barang”
. Pada masa inilah manusia
“lepas” dari yang namanya sistem transaksi tukar-menukar barang.
Masalahnya, logam tidak cocok untuk transaksi dalam jumlah besar. Zaman sekarang aja kita malas kalau beli barang dengan “Recehan” yang banyak. Bayangkan kalau kamu harus membeli hewan ternak dengan recehan. Butuh berapa karung? Selain merepotkan, logam punya kekurangan yakni berat, perlu ruang yang besar, dan jumlah pengangkut yang banyak.
Hal ini lah yang menyebabkan diciptakan alat tukar uang kertas
Baca juga:
Tujuan Dikeluarkannya Uang Rupiah Cetakan Baru
Pada mulanya, kertas yang digunakan adalah kertas bukti-bukti kepemilikan emas atau perak. Mulai saat itu, logam (uang barang) tidak lagi dipergunakan dan orang-orang memilih untuk menggunakan kertas.
Kertas ini yang selanjutnya menjadi cikal-bakal uang kertas yang ada saat ini.
Uang zaman dulu (sumber: liputan6.com)
Di Indonesia sendiri, mata uang yang beredar pertama kali disebut dengan
Oeang Republik Indonesia (ORI)
. ORI ditetapkan pada tanggal 29 Oktober 1946, dan beredar di seluruh Indonesia keesokan harinnya. Baru, deh, setelah itu melewati proses yang panjang hingga akhirnya
de Javasche Bank berubah nama menjadi Bank Indonesia
yang menjadi Bank Sentral di Indonesia. Bank inilah yang pada akhirnya menentukan harga, ciri, dan bahan uang yang digunakan sampai saat ini.
Wah, ternyata panjang juga ya sejarah
asal usul terciptanya uang
ini? Kalau kamu ingin mengetahui materi seperti ini dengan menonton video-video beranimasi, yuk segera tonton lewat
ruangbelajar!
Selain bisa menonton video pembelajaran seru, di sana kamu juga akan mendapatkan latihan soal dan rangkuman,
lho!
Referensi:
Alam S. Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013. Jakarta: Erlangga.
Sumber Foto:
Foto ‘Garam’ [daring] Tautan: http://www.tuquh.com/Revina-Salt-250-gram-Per-ball
Foto ‘Uang Lima Sen’ [daring] Tautan: https://m.liputan6.com/bisnis/read/2682459/kapan-pertama-kali-ri-punya-mata-uang
Artikel ini diperbarui pada 1 Desember 2020.